Bawa Laptop dan Tampilkan ChatGPT, Mahasiswa Jadi Sorotan di Acara Wisuda

  
Bawa Laptop dan Tampilkan ChatGPT

EDA WEB – Momen kelulusan biasanya diwarnai dengan tradisi unik seperti melempar topi toga, berfoto bersama, hingga berjoget dengan musik viral TikTok.

Namun, dalam wisuda “Class of 2025” University of California, Los Angeles (), seorang mahasiswa mencuri perhatian karena aksi yang tak biasa.

Dalam video yang diunggah akun @FearedBuck di platform X (dulu Twitter), seorang mahasiswa merayakan kelulusannya dengan memamerkan jendela , chatbot AI bikinan OpenAI, di laptopnya. Video ini kemudian viral di media sosial.

“Seorang lulusan UCLA merayakan kelulusannya dengan memamerkan ChatGPT yang digunakannya untuk menyelesaikan tugas akhir, tepat sebelum resmi lulus,” tulis akun tersebut.

Dalam video berdurasi singkat sekitar 35 detik itu, mahasiswa tersebut terlihat dengan penuh semangat dan percaya diri mengangkat laptopnya tinggi-tinggi sambil berseru, “Let’s go!”.

Ini seolah ingin mengakui bahwa ChatGPT adalah bagian penting dari proses akademiknya di UCLA.

Baca juga:

Aksi mahasiswa itu pun membuat heboh aula wisuda dan disambut sorakan dan tepuk tangan dari rekan-rekannya yang tampak ikut bersemangat.

Video mahasiswa UCLA pamer ChatGPT di wisuda bisa ditonton lewat video di bawah ini.

UCLA graduate celebrates by showing off the ChatGPT he used for his final projects right before officially graduating ????

— FearBuck (@FearedBuck)

Respons warganet terbelah

Video singkat ini pun viral di X Twitter ditonton lebih dari 67,9 juta kali dan mendapatkan ribuan komentar. Komentar yang datang beragam, mulai dari pujian atas kejujuran hingga kecemasan atas masa depan dunia pendidikan.

Sebagian menganggap sang mahasiswa sebagai simbol kejujuran di era digital.

“Setidaknya dia jujur. Itu lebih dari yang dilakukan sebagian besar mahasiswa dalam esainya,” komentar seorang netizen.

Netizen lain berkata, “kalau sistemnya membolehkan, kenapa disalahkan mahasiswanya? Salahkan metode pengajaran yang sudah ketinggalan zaman”.

Ada juga yang menyamakan penggunaan AI dengan alat bantu belajar lainnya.

“Ini tidak jauh beda dengan pakai kalkulator untuk pelajaran matematika. Zaman sudah berubah,” tulis netizen lain.

Ada pula yang menyamakan penggunaan ChatGPT seperti penggunaan Google untuk mencari informasi. Namun, sebagian netizen menyampaikan kekhawatiran serius.

“Dokter masa depan mungkin bakal operasi sambil pakai satu AirPods sambil bertanya pada ChatGPT cara operasi jantung,” kritik netizen lainnya.

Ada juga pengguna yang menyiratkan kekhawatiran akan generasi profesional yang bergantung pada AI.

Yang lain mengkritik dengan sarkasme, “Selamat buat ChatGPT yang udah lulus dari UCLA!”.

Aksi mahasiswa yang pamer ChatGPT tersebut menjadi semakin kontroversial karena dilakukan di UCLA, salah satu universitas negeri terbaik di Amerika Serikat. Kampus ini dikenal luas karena standar akademiknya yang tinggi.

Universitas ini memiliki reputasi sebagai tempat lahirnya inovasi, riset mutakhir, dan tokoh-tokoh ternama di berbagai bidang.

Salah satunya adalah mendiang Susan Wojcicki yang lulus dengan gelar MBA dari Sekolah Manajemen UCLA Anderson. Wojcicki merupakan tokoh kunci di Google, akhirnya memimpin YouTube.

Baca juga:

Studi MIT: AI bikin lemah daya pikir

Kekhawatiran dari beberapa netizen itu bukan tanpa dasar. Pasalnya, penelitian gabungan dari MIT Media Lab, Wellesley College, dan MassArt baru-baru ini menemukan bahwa penggunaan ChatGPT untuk menyusun esai bisa mengurangi aktivitas otak secara signifikan.

Dalam studi itu, mahasiswa dibagi menjadi tiga kelompok: yang menggunakan ChatGPT, yang memakai Google Search, dan yang mengandalkan kemampuan sendiri.

Hasilnya, kelompok yang memakai ChatGPT menunjukkan koneksi otak yang paling rendah dan cenderung lebih sedikit menyerap informasi.

Para peneliti menyimpulkan bahwa meski AI bisa mempercepat proses belajar, ketergantungan berlebihan bisa memicu “detasemen intelektual”.

“Detasemen intelektual” adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan kondisi ketika seseorang terlepas secara mental atau emosional dari proses berpikir atau belajar yang aktif.

Dalam konteks penggunaan AI seperti ChatGPT, istilah ini merujuk pada risiko di mana seseorang menjadi terlalu bergantung pada bantuan teknologi.

Sehingga ia tidak lagi benar-benar berpikir sendiri, menganalisis secara kritis, atau terlibat secara mendalam dengan materi yang dipelajarinya, sebagaimana dihimpun EDA WEBTekno dari Indian Express, Jumat (20/6/2025).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita EDA WEB WhatsApp Channel : . Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber : Kompas