
EDA WEB – Pemerintah terus memperluas program (Human Papillomavirus) sebagai langkah perlindungan terhadap infeksi virus HPV, penyebab utama atau .
Sejak 2023, vaksin ini telah diberikan secara nasional. Pada 2024, cakupan imunisasi tercatat mencapai lebih dari 89 persen untuk dua dosis vaksin, termasuk di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 1 Simo, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah.
Namun, di lapangan, di sekolah masih menghadapi tantangan, terutama terkait pemahaman anak dan orang tua.
Baca juga:
Di SDN 1 Simo, mulai dilaksanakan pada 2024 untuk siswi kelas 4, 5, dan 6. Total ada 116 siswi yang masuk daftar penerima vaksin.
Menurut Kasih, wali kelas 5 SDN 1 Simo, sosialisasi mengenai vaksin HPV sempat dilakukan oleh Puskesmas Simo. Namun, penyampaiannya terbilang sederhana dan terbatas.
Penjelasan lebih banyak disampaikan oleh guru berdasarkan informasi dari puskesmas, bukan langsung oleh tenaga kesehatan.
Kasih menambahkan, materi yang disampaikan lebih menekankan pada teknis pelaksanaan dan izin dari orang tua, tanpa banyak menjelaskan manfaat medis vaksin secara rinci. Hal ini membuat sejumlah siswi mengaku belum memahami tujuan vaksinasi HPV.
“Penjelasan awal disampaikan oleh guru berdasarkan surat dan arahan dari puskesmas. Tapi memang bahasanya dibuat sesederhana mungkin untuk anak-anak, jadi belum terlalu mendalam,” ujar Kasih saat dihubungi EDA WEB, Kamis (5/6/2025).
Siswi kelas 5 berinisial D, mengaku sempat cemas sebelum divaksin karena takut jarum suntik. Ia juga mengatakan tidak mengetahui manfaat vaksin yang diberikan karena tidak ada penjelasan dari petugas kesehatan.
“Sebelum vaksin cuma disuruh sarapan. Tapi manfaat vaksinnya enggak dikasih tahu,” ujarnya.
Usai vaksinasi, D mengaku mengalami pusing, demam, dan nyeri di lengan. Siswi lainnya yang berinisial S, menyebut hanya tahu bahwa vaksin tersebut “untuk kanker rahim.” Sama seperti D, ia juga merasa sedikit pusing setelah divaksin.
Kasih mencatat, terdapat satu siswi kelas 5 yang tidak mengikuti vaksinasi karena sejak bayi tidak pernah mendapatkan imunisasi atas keputusan orang tuanya. Pihak sekolah pun tidak bisa memaksa.
Baca juga:
Vaksin capai ribuan anak, tantangan masih ada
Puskesmas Simo, yang bertanggung jawab atas pelaksanaan imunisasi di wilayah tersebut, mencatat total sasaran vaksin HPV mencapai 14.933 anak usia sekolah. Seluruh sekolah di bawah wilayah kerja Puskesmas Simo telah mendapatkan distribusi vaksin.
“Kendala utama yang kami hadapi adalah keterbatasan jumlah vaksin dari dinas kesehatan,” ujar salah satu petugas puskesmas saat dihubungi EDA WEB, Kamis.
Meski demikian, selama pelaksanaan vaksinasi, tidak ditemukan kejadian ikutan pasca-imunisasi (KIPI).
Terkait respons masyarakat, pihak puskesmas mencatat adanya sejumlah penolakan dari orang tua siswa. Namun, tidak semua penolakan disertai alasan yang jelas.
Direktur Pengelolaan Imunisasi Kementerian Kesehatan, Prima Yosephine, mengatakan bahwa pada 2025, vaksin HPV diberikan kepada anak perempuan kelas 5 dan 6 sekolah dasar (SD).
“ sudah masuk program imunisasi nasional dan sejak 2023 dilaksanakan di semua provinsi,” jelas Prima saat dihubungi EDA WEB, Senin (2/6/2025).
Sementara itu, vaksin kejar yaitu, imunisasi lanjutan bagi individu yang belum mendapat vaksin sebelumnya atau tidak sesuai jadwal untuk usia 15 tahun, akan dilaksanakan pada Agustus 2025, sehingga cakupannya belum tersedia.
Pemerintah juga merencanakan perluasan vaksinasi bagi perempuan usia 20 tahun mulai 2027 sebagai bagian dari Rencana Aksi Nasional Eliminasi .
“Distribusi vaksin dilakukan secara berjenjang hingga ke tempat pelayanan, dan dipantau lewat aplikasi SMILE,” ujar Prima.
Edukasi masyarakat, tambahnya, dilakukan melalui media informasi serta kerja sama lintas kementerian.
Baca juga:
Pentingnya vaksinasi dan skrining rutin
Menurut dokter spesialis obstetri dan ginekologi, Indra Adi Susianto, vaksin HPV sangat penting diberikan sebelum perempuan aktif secara seksual.
“HPV tipe 16 dan 18 bertanggung jawab atas 70 persen kasus kanker serviks,” jelasnya kepada EDA WEB, Senin (2/6/2025).
Ia menekankan bahwa infeksi HPV kerap tidak menimbulkan gejala dan dapat menetap di tubuh, menyebabkan lesi pra-kanker yang berisiko berkembang menjadi kanker jika tidak ditangani.
“Lesi ini bisa terdeteksi melalui pemeriksaan pap smear, jadi meski sudah divaksin tetap wajib melakukan skrining rutin,” katanya.
Pap smear adalah pemeriksaan dengan mengambil sampel sel dari serviks untuk mendeteksi perubahan sel pada tahap awal. Banyak kasus kanker serviks baru teridentifikasi saat sudah memasuki stadium lanjut karena gejalanya muncul terlambat.
Dengan demikian, kombinasi vaksinasi sejak dini dan pemeriksaan berkala menjadi kunci utama dalam mencegah kanker serviks secara menyeluruh.
Program vaksinasi HPV di Indonesia telah menunjukkan kemajuan signifikan dengan cakupan yang tinggi di tingkat nasional, terutama pada anak perempuan usia sekolah dasar.
Namun, keberhasilan program ini tidak hanya bergantung pada pemberian vaksin. Edukasi yang memadai kepada siswa dan orang tua mengenai manfaat vaksin serta pentingnya pemeriksaan rutin seperti pap smear juga tak kalah penting.
Keterbatasan pasokan vaksin, penolakan sebagian orang tua, serta minimnya sosialisasi mengenai kanker serviks dan vaksin HPV di kalangan anak-anak menjadi tantangan yang perlu segera diatasi.
Dengan kolaborasi antara pemerintah, tenaga kesehatan, sekolah, dan keluarga, diharapkan angka kejadian kanker serviks di Indonesia dapat terus ditekan dan generasi muda terlindungi sejak dini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita EDA WEB WhatsApp Channel : . Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.
Sumber : Kompas