
EDA WEB – memilih menghapus pekerjaan rumah (PR) tertulis bagi siswa. Sebagai gantinya, Dedi mendorong para guru untuk memberikan tugas yang lebih produktif dan aplikatif.
Menurut Dedi, sistem PR konvensional yang hanya mengalihkan soal dari buku ke lembar isian sudah tidak sesuai dengan kebutuhan pembelajaran modern.
“Penghapusan PR itu dimaknai sebagai upaya menghentikan kegiatan aktivitas rutin di sekolah yang dibawa ke rumah. Seluruh pembelajaran itu ada jawabannya di buku-bukunya, kemudian dipindahkan menjadi daftar isian,” ujar Dedi dalam video yang diterima EDA WEB, Selasa (10/5/2025).
Baca juga:
Ia menilai bahwa pembelajaran masa kini seharusnya tidak lagi menekankan hafalan, melainkan keterampilan berpikir kritis dan kemampuan memecahkan masalah.
Oleh karena itu, tugas siswa perlu disesuaikan agar lebih aplikatif dan relevan dengan kehidupan sehari-hari.
Tugas Apa Saja yang Dianggap Lebih Produktif?
Dedi menyarankan agar waktu di rumah digunakan siswa untuk mengeksplorasi minat dan bakat mereka melalui aktivitas yang produktif dan kontekstual.
Misalnya, membantu orang tua melakukan pekerjaan rumah tangga seperti mencuci piring, menyapu, memasak, atau membuat taman.
“Itu adalah pekerjaan rumah yang harus mendapat penilaian positif dari gurunya,” tuturnya.
Baca juga:
Aktivitas tersebut dinilai bisa menjadi bagian dari pembelajaran PPKN, agama, bahkan ekonomi.
Ia juga mencontohkan, siswa yang tertarik pada bidang kimia dan fisika dapat melakukan eksperimen sederhana di rumah, seperti menjernihkan air bekas mengepel dengan bahan kimia ramah lingkungan untuk digunakan kembali.
Bagaimana Bentuk PR Kelompok yang Direkomendasikan?
Dedi juga mendorong kolaborasi antar siswa dalam bentuk kelompok belajar atau kegiatan ekstrakurikuler.
“Anak-anak berkelompok membuat keterampilan, misalnya berkelompok dalam les bahasa Inggris. Kemudian, mereka melakukan percakapan dalam bahasa Inggris dalam kelompok di rumahnya. Itu juga bagian dari pembelajaran sekolah PR,” katanya.
Baca juga:
Tak hanya itu, Dedi bahkan mendorong siswa untuk berkarya dalam bidang seni seperti musik.
“Kemudian, berkarya bermusik dan melahirkan grup musik yang berkualitas untuk membuat karya-karya lagu,” lanjutnya.
Apa Tujuan dari Kebijakan Ini?
Menurut Dedi, pendidikan yang baik adalah pendidikan yang memberikan pengalaman nyata bagi siswa.
Baca juga:
Ia menekankan pentingnya penghayatan dan pengalaman hidup sebagai fondasi keberhasilan masa depan.
“Penghayatan hidup itu pada akhirnya membangun kenyataan hidup. Saya meyakini, orang yang sukses adalah orang yang banyak pengalaman hidupnya,” tuturnya.
Dedi meyakini bahwa dengan memberikan siswa kesempatan untuk belajar secara kontekstual dan praktis, mereka akan lebih siap menghadapi tantangan dunia nyata.
Sebagian artikel ini telah tayang di EDA WEB dengan judul “”.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita EDA WEB WhatsApp Channel : . Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.
Sumber : Kompas