Demo Ricuh di Balai Kota, Massa Disebut Adang Pejabat dan Paksa Turun dari Mobil

  
Penahanan Ditangguhkan

JAKARTA, EDA WEB – Mahasiswa peserta unjuk rasa peringatan reformasi di Balai Kota Jakarta, Rabu (21/5/2025), disebut sempat mengadang pejabat dan memaksanya turun dari kendaraan.

Momen itu terjadi saat situasi aksi mulai memanas dan berujung ricuh.

Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi menjelaskan, aksi semula direncanakan digelar di depan pintu masuk Balai Kota. Namun, massa kemudian mendobrak pintu dan memaksa masuk ke area dalam kantor.

“Sekitar pukul 16.38 WIB massa aksi melakukan pendobrakan terhadap pintu keluar Balai Kota dan memaksa masuk ke dalam area kantor meskipun telah dihadang dan dijaga oleh petugas. Tindakan ini melanggar kesepakatan lokasi aksi,” kata Ade Ary kepada wartawan, Kamis (22/5/2025).

Baca juga:

Ade Ary menyebut, beberapa peserta aksi berusaha menerobos masuk menggunakan sepeda motor.

Sekitar pukul 16.40 WIB, saat petugas berusaha mencegah massa, terjadi insiden pengadangan terhadap kendaraan pejabat negara.

“Terjadi insiden pengadangan terhadap kendaraan pejabat negara dan pemaksaan agar pejabat tersebut turun dari mobil,” ujar Ade Ary.

Baca juga:

Pada momen itu, massa aksi disebut memukul polisi. Akibatnya, tujuh personel Direktorat Sabhara Polda Metro Jaya mengalami luka sobek dan lecet akibat pemukulan, penggigitan, dan tendangan.

Atas kejadian itu, polisi mengamankan 93 mahasiswa peserta demo. Dari jumlah tersebut, tiga di antaranya terbukti positif narkoba.

“Total 93 orang diamankan pascakejadian tersebut. Dan dari hasil tes urine, tiga di antaranya positif mengandung THC atau zat psikoaktif yang terdapat pada ganja,” ujar Ade Ary.

Baca juga:

Polisi juga telah menerima laporan resmi dari seorang petugas pengamanan Balai Kota berinisial MF yang menjadi korban dugaan kekerasan.

“Para peserta aksi terancam dijerat sejumlah pasal pidana, antara lain, Pasal 160 KUHP tentang Penghasutan, Pasal 170 KUHP tentang Kekerasan Bersama-sama, Pasal 351 KUHP tentang Penganiayaan, dan Pasal 212, 216, dan 218 KUHP tentang Perlawanan terhadap Petugas,” tutur Ade Ary.

Hingga kini polisi masih melakukan penyelidikan lebih lanjut terhadap massa aksi yang ditahan.

Baca juga:

Terpisah, Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengatakan, unjuk rasa ini berkaitan dengan aspirasi pengakuan negara atas tragedi mahasiswa 1998, yang hingga kini masih menyisakan tuntutan moral dari berbagai pihak, termasuk sivitas akademika Trisakti.

“Memang pada awalnya ada aspirasi dari mahasiswa Trisakti, termasuk untuk bertemu dengan Kesbangpol (Badan Kesatuan Bangsa dan Politik),” ujar Usman di Balai Kota Jakarta, Kamis (22/5/2025).

Penyampaian pendapat dan keinginan bertemu Kesbangpol itu menjadi bagian dari harapan lama mahasiswa dan keluarga korban agar negara mengakui dan bertanggung jawab atas gugurnya mahasiswa saat gerakan reformasi 1998.

“Memang sudah lama sebagian dari aktivitas akademik Trisakti berharap ada semacam pengakuan negara atas gugurnya para mahasiswa di tahun 1998,” kata Usman Hamid.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita EDA WEB WhatsApp Channel : . Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber : Kompas