Gaza Kurang Gizi, Bayi 6 Bulan Bobotnya Cuma 2 Kg

  
Gaza Kurang Gizi

GAZA, EDA WEB – Tiada lagi raut kegembiraan di wajah anak-anak Gaza. Kamera yang melintas tak lagi menarik perhatian mereka.

Bagaimana tidak, setiap hari mereka hidup berdampingan dengan kematian, penderitaan, dan ancaman kelaparan yang kian mencekik.

Anak-anak itu, terbiasa dengan kehadiran juru kamera lokal yang merekam kondisi mereka, hanya menunggu giliran mendapatkan jatah makanan yang amat terbatas, atau bahkan tak mendapat apa-apa.

Baca juga:

Seorang juru kamera, yang namanya harus dirahasiakan demi keselamatannya, menjadi saksi bisu neraka di Gaza selama 19 bulan terakhir.

Ia melihat langsung bagaimana kelaparan merenggut nyawa, menyaksikan momen-momen pilu saat jasad korban dibungkus kain kafan putih bertuliskan nama mereka, jika diketahui.

Tangisan para penyintas di halaman rumah sakit tak pernah lepas dari ingatannya, meskipun ia harus menjaga jarak secara fisik.

Baca juga:

“Saya merasa terjebak dalam neraka yang sama, klaustrofobia yang mengerikan,” ujarnya.

Siwar, bayi mungil pejuang hidup

Pagi itu, sang juru kamera bergegas mencari Siwar Ashour, bayi perempuan berusia enam bulan yang kondisinya memprihatinkan.

Berat badannya hanya sedikit di atas 2 kilogram, jauh di bawah standar bayi seusianya yang seharusnya mencapai sekitar 6 kilogram.

Baca juga:

Tangis Siwar yang lemah dan tubuhnya yang kurus kering di Rumah Sakit Nasser, Khan Younis, meninggalkan kesan mendalam baginya.

Menurut rekan juru kamera tersebut, Siwar telah dipulangkan dan kini berada di rumah, meski berat badannya kembali menurun.

Pencarian itu membawanya menembus reruntuhan rumah dan tempat-tempat penampungan darurat yang terbuat dari kanvas dan seng. Beberapa hari lalu, saat ia menghubungi rekannya, kabar buruk kembali datang.

Baca juga:

“Saya tidak baik-baik saja. Beberapa saat lalu, tentara Israel mengumumkan evakuasi sebagian besar wilayah Khan Younis. Kami bingung harus ke mana, tidak ada tempat aman untuk berlindung,” ujar rekan juru kamera tersebut.

“Al Mawasi sangat padat dengan pengungsi. Kami tersesat dan tidak tahu apa keputusan yang tepat sekarang,” tambahnya.

Di sebuah gubuk sederhana dengan tirai bermotif bunga abu-abu-hitam sebagai pintu masuk, Siwar berbaring tenang di antara ibu dan neneknya, Najwa (23) dan Reem.

Ia tampak merasa aman dalam lindungan keduanya. Namun, Siwar tak bisa mengonsumsi susu formula biasa karena alergi parah, sedangkan pasokan susu formula khusus sangat langka dan sulit didapat akibat perang dan blokade Israel.

Baca juga:

Najwa menjelaskan bahwa saat dirawat di Rumah Sakit Nasser, kondisi Siwar dinyatakan stabil dan ia dipulangkan dengan membawa satu kaleng susu formula. Namun, setelah di rumah, berat badan Siwar kembali merosot.

“Dokter bilang Siwar membaik, lebih baik dari sebelumnya. Tapi saya pikir dia masih sangat kurus dan belum banyak berubah. Susu yang kami punya juga mulai habis,” ucap Najwa dengan suara lelah. Lalat-lalat beterbangan di depan wajah Siwar yang ringkih.

“Situasinya sangat buruk. Banyak serangga datang, saya harus menutupinya dengan syal agar tidak ada yang menyentuhnya,” tambah Najwa.

Baca juga:

Sejak lahir pada November 2024, Siwar tak pernah mengenal keheningan. Suara artileri, roket, bom, hingga drone yang berputar-putar di atas kepala menjadi musik latar kesehariannya.

“Dia bisa merasakan semuanya. Suara tank, pesawat tempur, dan roket sangat keras dan dekat. Siwar terkejut dan menangis setiap kali mendengarnya. Jika tidur, dia sering terbangun dengan kaget,” tutur Najwa, mencerminkan ketakutan yang mencekam setiap saat.

Para dokter di Gaza melaporkan, banyak ibu muda tidak mampu menyusui bayi mereka karena kekurangan gizi.

Kebutuhan utama saat ini adalah makanan dan air bersih. Najwa sendiri mengalami kekurangan gizi saat melahirkan Siwar.

Ia dan ibunya, Reem, masih kesulitan memperoleh makanan. Setiap jam menjadi perjuangan untuk bertahan hidup. “Kami tidak bisa menyediakan susu dan popok karena harga sangat mahal dan perbatasan ditutup,” ungkap Najwa.

Baca juga:

Bantahan Israel dan penderitaan yang tak berkesudahan

Di tengah krisis kemanusiaan yang mendalam, badan militer Israel, Cogat, pada 22 Mei 2025 menyatakan bahwa tidak ada kekurangan makanan di Gaza.

Mereka mengeklaim telah memasok makanan bayi dan bahan makanan dalam jumlah besar ke wilayah tersebut dalam beberapa hari terakhir. Cogat juga menuduh Hamas mencuri bantuan yang masuk.

Pemerintah Israel menegaskan, perang akan terus berlanjut sampai Hamas hancur dan sandera Israel yang ditahan di Gaza dibebaskan.

Baca juga:

Namun, klaim Cogat ini ditolak mentah-mentah oleh badan-badan bantuan internasional, PBB, dan sejumlah pemerintah asing, termasuk Inggris.

Bahkan, Presiden AS Donald Trump mengakui adanya orang yang kelaparan di Gaza. Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres bahkan menyebut jumlah bantuan yang diizinkan masuk Gaza hanya “satu sendok teh”.

Ia menegaskan, warga Palestina kini menghadapi fase paling kejam dari konflik ini dengan pasokan bahan bakar, tempat tinggal, gas untuk memasak, dan air bersih yang sangat terbatas.

Baca juga:

Menurut PBB, 80 persen wilayah Gaza telah menjadi zona militer Israel atau area yang harus dikosongkan penduduknya.

Berbagai pernyataan penyangkalan, kecaman, dan momen seolah titik balik terus bergulir selama perang ini.

Akan tetapi, yang tetap konstan adalah penderitaan 2,1 juta penduduk Gaza, termasuk Najwa dan putrinya, Siwar.

“Orang-orang tidak memikirkan masa depan atau masa lalu,” ujar Najwa, menyiratkan bahwa mereka hanya bisa menghadapi saat ini dan berjuang untuk bertahan hidup di tengah krisis yang tak berkesudahan di Gaza.

Baca juga:

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita EDA WEB WhatsApp Channel : . Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber : Kompas