
EDA WEB – Kebijakan penetapan harga dasar singkong yang dikeluarkan Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal mendapat dukungan luas dari kalangan industri.
Sejak Instruksi Gubernur Nomor 2 Tahun 2025 diberlakukan pada Senin (5/5/2025), lebih dari 30 perusahaan pengolahan singkong di Lampung telah mematuhi kebijakan yang menetapkan harga dasar singkong sebesar Rp 1.350 per kilogram dengan potongan maksimal 30 persen.
Ketua Panitia Khusus (Pansus) Tata Niaga Singkong Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Lampung Mikdar Ilyas menjelaskan, kebijakan tersebut merupakan bentuk nyata keberpihakan pemerintah kepada petani.
Meski begitu, masih ada 3 hingga 4 perusahaan yang belum menjalankan aturan tersebut.
“Kami mengapresiasi sekitar 30 lebih perusahaan yang sudah mengikuti harga dan potongan sesuai instruksi gubernur. Namun, masih ada beberapa yang belum dan ini akan segera kita evaluasi,” kata Mikdar dalam rilis pers yang diterima EDA WEB, Minggu (11/5/2025).
Langkah tersebut, imbuhnya, dilakukan agar seluruh pabrik patuh sehingga sistem tata niaga tersebut berjalan dengan adil.
Dukungan terhadap kebijakan harga singkong juga datang dari Perhimpunan Pengusaha Tepung Tapioka Indonesia (PPTTI).
Ketua PPTTI Lampung Welly Soegiono mengatakan, seluruh anggota asosiasi menyatakan kesediaan menjalankan instruksi tersebut.
“Kami sepakat dengan kebijakan Pak Gubernur. Sebab, tujuannya jelas agar usaha tetap berjalan dan petani juga tidak dirugikan,” ujar Welly.
Menurutnya, seluruh anggota asosiasi PPTTI telah mematuhi kebijakan, kecuali dua pabrik yang sedang tutup sementara karena overhaul.
Untuk diketahui, Gubernur Mirza menegaskan bahwa kebijakan harga dasar singkong hanya salah satu bagian dari solusi.
Ia pun mendorong pemerintah pusat segera menetapkan larangan dan pembatasan (lartas) impor singkong dan turunannya, seperti tapioka.
Lebih lanjut, Mikdar menekankan, kewenangan lartas ada di tangan Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian, bukan Kemenko Pangan.
“Kalau bicara harga di daerah, itu sudah selesai. Akan tetapi, sekarang bola ada di pemerintah pusat. Hal ini mendesak. (Pemerintah pusat) jangan tunggu ekonomi global membaik, lihat dulu ekonomi petani kita,” tegasnya.
Ia juga mengingatkan, petani Lampung sebagai penghasil singkong terbesar di Indonesia justru paling menderita akibat tekanan harga dan sistem potong yang tidak adil.
Jika tak ada kebijakan nasional yang berpihak, katanya, petani bisa beralih ke komoditas lain sehingga industri ikut terdampak.
“Kami mendorong pusat agar segera ambil keputusan. Ini bukan soal angka makroekonomi, tetapi juga keberlanjutan hidup petani singkong dan industri yang menyerap hasil mereka,” ungkap Mikdar.
Dengan dukungan dari lebih dari 30 pabrik, Pemerintah Provinsi Lampung dan DPRD Lampung kini menunggu langkah nyata dari pemerintah pusat.
Berikut daftar pabrik yang telah mendukung Instruksi Gubernur Nomor 2 Tahun 2025.
- SPM 1 Mesuji
- SPM 2 Lampung Tengah
- PT Muara Jaya Lampung Timur
- PT Sungai Bungur Indo Perkasa Lampung Timur
- Way Raman Lampung Timur
- Dharma Jaya Lampung Tengah
- Jaya Abadi Tapioka Lampung Utara
- Berjaya Tapioka Lampung Timur
- Berjaya Tapioka Tulang Bawang Barat
- Sinar Agro Semesta Tulang Bawang
- PT Tedco Agri Makmur Lampung Tengah
- BSL Tulang Bawang Barat
- PT Mitra Pati Mas Lampung Tengah
- PT BTS Mesuji
- Umas Jaya Agrotama 1
- Tapioka Bangun Jaya Lampung Tengah
- Tapioka Bangun Makmur Lampung Tengah
- CV Central Intan Tulang Bawang Barat
- CV Lautan Intan Lampung Timur
- PT Samudera Intan Tapioka Kotabumi Lampung Utara
- PT Surya Intan Tapioka Lampung Utara
- PT Hamparan Bumi Mas Abadi Lampung Tengah
- PT Sinar Agro Semesta Lampung Tengah
- CV Agri Starch Tulang Bawang Barat
- PT Mentari Prima J Abadi Tulang Bawang Barat
- CV Gunung Mas Putra Kencana 1 Lampung Tengah
- CV Gunung Mas Putra Kencana 2 Lampung Tengah
- CV Gunung Putra Kencana 3 Way Kanan
- PT Gunung Sugih Lampung Tengah
- PT TWBP Gunung Batin
- PT TWBP Tulang Bawang
- PT TWBP Kota Bumi
- PT TWBP Kalicinta
Sumber : Kompas