EDA WEB

Thailand Laporkan Lebih dari 20 Ribu Kasus Covid-19 dalam Sehari, Apa Penyebabnya?

Thailand Laporkan Lebih dari 20 Ribu Kasus Covid-19 dalam Sehari

EDA WEB – Thailand mencatat lebih dari 20.000 kasus dalam satu hari, dengan sebagian besar infeksi ditemukan di Bangkok, Kamis (5/6/2025).

Berdasarkan laporan dari Divisi Epidemiologi Departemen Pengendalian Penyakit Thailand, terdapat 20.726 kasus baru, sehingga total keseluruhan kasus Covid-19 mencapai 351.214.

Adapun hingga Rabu (4/6/2026), terdapat tiga kematian baru. Dengan ini, total kematian akibat Covid-19 di Thailand menjadi 76 kasus, sejak 1 Januari 2025.

Baca juga:

Wilayah dengan tingkat penyebaran Covid-19 terbanyak

Dilansir dari Nation Thailand, Kamis (5/6/2026), berikut daftar provinsi di Thailand dengan jumlah kasus Covid-19 tertinggi:

Sementara itu, berikut kelompok usia yang paling rentan terinfeksi Covid-19 di Thailand:

Departemen Kesehatan Thailand mengimbau masyarakat untuk memakai masker dan sering mencuci tangan dengan sabun dan air atau pembersih tangan berbasis alkohol.

Selain itu, mereka juga mengimbau masyarakat agar menghindari kontak dekat dengan orang lanjut usia yang berusia di atas 60 tahun dan mereka yang memiliki kondisi kesehatan yang mendasari, demi membantu mengurangi penyebaran infeksi.

Baca juga:

Direktur Jenderal Departemen Layanan Medis, Dr Taweesin Visanuyothin mengatakan, peningkatan jumlah kasus Covid-19 kemungkinan disebabkan karena musim hujan yang datang lebih awal dan dibukanya sekolah-sekolah.

Dikutip dari Nation Thailand, Rabu (4/6/2025), dia mencatat, periode ini juga bertepatan dengan peningkatan kasus influenza, yang memiliki gejala yang mirip dengan Covid-19.

Pada 2025, 69 kematian yang dilaporkan sebagian besar terjadi di antara “kelompok 608”, yang mencakup orang lanjut usia dan mereka yang memiliki penyakit penyerta, khususnya di kota-kota besar dan tujuan wisata seperti:

Meski demikian, Taweesin menyatakan bahwa angka kematian tetap rendah, yaitu 0,106 per 100.000 orang, yang menunjukkan bahwa penyakit ini tidak bertambah parah.

“Orang yang tidak berisiko tinggi yang terinfeksi biasanya mengalami gejala ringan dan dapat pulih sendiri atau dengan pengobatan yang dijual bebas seperti penurun demam, obat batuk, dan dekongestan,” kata dia.

“Namun, untuk kelompok berisiko tinggi seperti orang lanjut usia atau anak-anak di bawah satu tahun, kami mengimbau untuk segera memeriksakan diri ke rumah sakit,” tambahnya.

Baca juga:

Varian Covid-19 yang menular di Thailand adalah XEC

Sementara itu, Wakil Direktur Jenderal DDC, Dr Suthat Chottapund menjelaskan bahwa peningkatan kasus Covid-19 di Thailand sejalan dengan pola musiman.

Menurut dia, saat sekolah dibuka kembali dan musim hujan tiba, kasus infeksi saluran pernapasan atas cenderung meningkat, terutama di kalangan siswa, di mana kontak dekat dapat dengan mudah menyebarkan virus.

“Saat ini, varian Covid-19 yang beredar di Thailand adalah XEC, yang lebih menular tetapi menyebabkan gejala ringan, mirip dengan flu,” kata Suthat.

“Hal ini tercermin dari rendahnya tingkat rawat inap, dengan banyak pasien yang pulih sendiri tanpa pengobatan. Tidak perlu menunda kelas atau bekerja karena infeksi,” sambungnya.

Di sisi lain, Wakil Direktur Jenderal Departemen Layanan Medis, Dr Sakan Bunnag mengatakan, membedakan antara gejala flu ringan, pilek biasa, dan Covid-19 bisa jadi sulit.

Namun, kata dia, pendekatan perawatan awal untuk ketiganya serupa.

Untuk kasus dengan gejala ringan dan individu yang tidak berisiko tinggi, pengobatannya sama seperti untuk pilek biasa, menggunakan obat simptomatik tanpa perlu obat antivirus.

Mereka yang harus mencari bantuan medis adalah pasien yang gejalanya memburuk, seperti mengalami demam di atas 38,5 derajat Celsius, sesak napas, kelelahan, atau kadar oksigen darah di bawah 95 persen.

Kelompok berisiko tinggi termasuk orang lanjut usia, orang dengan penyakit kronis, anak di bawah 1 tahun, dan wanita hamil.

Untuk pasien dengan gejala parah atau mereka yang termasuk dalam kelompok berisiko tinggi, pengobatan utamanya adalah Remdesivir dan Paxlovid.

Menurut berbagai pertanyaan dari berbagai rumah sakit, obat-obatan ini masih tersedia langsung dari perusahaan farmasi dan jumlahnya tidak sedikit.

Selain itu, Badan Farmasi Pemerintah memproduksi Molnupiravir untuk digunakan pada pasien dengan gejala sedang dan tanpa keterlibatan paru-paru, sehingga memastikan tidak akan ada kekurangan obat-obatan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita EDA WEB WhatsApp Channel : . Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber : Kompas 

Exit mobile version