
EDA WEB – Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) angkat bicara setelah Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Pusat menetapkan lima tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek Pusat Data Nasional Sementara ().
Salah satu tersangka adalah Semuel Abrijani Pangerapan, Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo (sebelum berganti nama menjadi Komdigi) periode 2016-2024.
Ia ditetapkan sebagai tersangka bersama empat orang lainnya, yaitu Bambang Dwi Anggono (Direktur Layanan Aplikasi Informatika Pemerintahan periode 2019-2023), Nova Zanda (Pejabat Pembuat Komitmen proyek PDNS), Alfie Asman (Direktur Bisnis PT Aplikanusa Lintasarta 2014-2023), dan Pini Panggar Agusti (Account Manager PT Docotel Teknologi 2017-2021).
Kelima tersangka diduga terlibat dalam penyimpangan proyek PDNS, yang total anggarannya mencapai Rp 959 miliar dalam rentang waktu 2020 hingga 2024.
Kejari Jakarta Pusat mengungkapkan adanya dugaan pengkondisian dalam proses pengadaan, keterlibatan pihak swasta yang tak memenuhi standar teknis, serta indikasi suap dan kickback.
“Untuk sementara kami sampaikan, sudah ada kerugian keuangan negara dan hitungan sementaranya mencapai ratusan miliar rupiah,” ujar Kepala Kejari Jakarta Pusat, Safrianto Zuriat Putra, dalam konferensi pers, Kamis (22/5/2025).
Baca juga:
Respons Komdigi
Menanggapi penetapan tersebut, Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid menegaskan bahwa pihaknya mendukung penuh proses hukum dan segera mengambil langkah tegas secara internal.
“Kementerian mendukung penuh proses hukum, dan kami segera membentuk tim evaluasi internal untuk melakukan pembenahan menyeluruh terkait tata kelola proyek pusat data,” ujar Meutya dalam keterangan resmi yang diterima EDA WEBTekno, Jumat (23/5/2025).
Ia juga menyatakan bahwa dua pegawai Komdigi yang kini menjadi tersangka telah dinonaktifkan dari seluruh tugas dan fungsinya sebagai bentuk penghormatan terhadap proses hukum yang tengah berjalan.
Lebih jauh, Meutya menyebut peristiwa ini sebagai pengingat penting bahwa kelembagaan digital nasional harus dibangun di atas fondasi integritas yang kuat.
“Reformasi tata kelola digital adalah keharusan, bukan pilihan. Kami ingin memastikan bahwa semua anggaran publik digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat,” kata Meutya.
Dalam kasus ini, para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Kelimanya ditahan selama 20 hari sejak 22 Mei hingga 10 Juni 2025.
“Terhadap para tersangka dilakukan penahanan selama 20 (dua puluh hari) ke depan terhitung sejak tanggal 22 Mei 2025 sampai dengan tanggal 10 Juni 2025, dengan rincian,” kata Safrianto.
Baca juga:
Penyelidikan Kejari Jakarta Pusat juga telah melibatkan pemeriksaan terhadap 78 saksi dan 4 ahli, serta penggeledahan di kantor Kominfo dan sejumlah perusahaan.
Dari hasil penggeledahan, penyidik menyita uang tunai Rp 1,78 miliar, logam mulia, kendaraan, sertifikat tanah, dan dokumen-dokumen penting lainnya.
Proyek PDNS semula dirancang untuk mendukung Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) sesuai Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2018. Namun, dalam praktiknya, proyek tersebut diduga menyimpang.
Seharusnya, pengelolaan data pemerintah dilakukan secara mandiri oleh pemerintah. Namun dalam praktiknya, proyek ini justru melibatkan pihak swasta yang tidak memenuhi spesifikasi teknis yang disyaratkan.
“Pada tahun 2019 Kementerian Komunikasi dan Informatika justru membentuk Pusat Data Nasional Sementara dengan nomenklatur dalam DIPA Tahun 2020 adalah Penyediaan Jasa Layanan Komputasi Awan laaS 2020,” ungkap Safrianto.
Dari investigasi yang dilakukan, ditemukan adanya indikasi pengkondisian dalam pelaksanaan tender PDNS, di mana dokumen pengadaan dan spesifikasi teknis yang digunakan mengarah pada perusahaan tertentu.
Proses tender tersebut berakhir dengan dimenangkannya perusahaan yang kemudian mensubkontrakkan proyek kepada pihak lain dengan barang-barang yang tidak sesuai standar teknis yang disyaratkan. Keuntungan yang didapat dari praktik ini, termasuk adanya pembayaran suap dan kickback.
Total anggaran proyek PDNS yang disalurkan dari tahun 2020 hingga 2024 mencapai Rp 959 miliar. Rincian anggaran setiap tahun adalah sebagai berikut:
- Tahun 2020: Rp 60,37 miliar
- Tahun 2021: Rp 102,67 miliar
- Tahun 2022: Rp 188,90 miliar
- Tahun 2023: Rp 350,96 miliar
- Tahun 2024: Rp 256,57 miliar
Komdigi menyatakan akan memperkuat sistem pengawasan dan memperbaiki prosedur agar kejadian serupa tidak terulang.
“Peristiwa ini menjadi pengingat penting bahwa kelembagaan digital harus dibangun di atas integritas. Kami jadikan ini sebagai momen untuk memperkuat sistem pengawasan internal, memperbaiki prosedur, dan menegakkan akuntabilitas di seluruh lini,” kata Meutya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita EDA WEB WhatsApp Channel : . Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.
Sumber : Kompas