Mahfud Ungkap 3 Instansi Rebutan Tampung Hasil Rampasan, jika RUU Perampasan Aset Disahkan

  
Mahfud Harap Kejagung Bongkar Dugaan Keterlibatan Budi Arie di Kasus Judol

JAKARTA, EDA WEB – Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan mengatakan, ada tiga pihak yang berebut menjadi tempat penyimpanan aset hasil rampasan jika Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset diselesaikan.

Menurutnya, hal ini pula yang pada akhirnya membuat pembahasan rancangan beleid ini mandek pada 2018 silam. Padahal, sedianya pembahasan RUU ini telah disepakati antara DPR dengan pemerintah.

“Gini, Undang-Undang Perampasan Aset itu RUU-nya sudah jadi tahun 2018, sebelum kabinet yang kedua. Pada waktu itu DPR dan pemerintah setuju, tinggal satu butir masalah, kalau nanti aset itu dirampas, disimpan oleh siapa?” kata Mahfud dalam program Gaspol! EDA WEB, dikutip Selasa (13/5/2025).

Ketiga pihak yang saling bersaing terkait penyimpanan aset rampasan, yaitu (Kemenkeu), Kementerian Hukum dan HAM (), dan RI.

Perebutan oleh tiga instansi itu pun membuat pembahasan menjadi alot sehingga gagal disahkan hingga Pemilu 2019 atau pergantian periode kedua Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi).

“Menteri Keuangan punya Dirjen Kekayaan Negara, Menkumham punya Rubasan, Rumah Barang Rampasan, Kejaksaan punya penyimpanan aset sitaan. Ini berebutan waktu itu. Di tempat kami saja, ditunda. Sehingga tidak disahkan sampai pemilu,” ujarnya.

Pada 2019, Presiden Jokowi pun menugaskan Mahfud yang kala itu menjabat Menko Polhukam untuk melanjutkan pembahasan RUU tersebut.

Kala itu, kata Mahfud, Jokowi meminta agar dua rancangan undang-undang didorong sekaligus, yakni RUU Perampasan Aset dan RUU Pembatasan Uang Kartal.

Akhirnya, Mahfud kembali mengajukannya pada awal 2019.

“Jadi bukan 2025 Undang-Undang Perampasan Aset. Tahun 2019 awal saya sudah mengajukan lagi, karena 2018 itu macet dan sudah selesai,” kata Mahfud.

Setelahnya, Mahfud sempat melakukan pertemuan dengan Ketua Badan Legislasi DPR yang saat itu dijabat Supratman Andi Agtas.

Di pertemuan itu akhirnya disepakati pembagian inisiatif legislasi antara pemerintah dan DPR.

“Nah saya ketemu dengan Ketua Baleg, Menkum yang sekarang Pak Supratman Andi Agtas. Nah dia datang, ‘Pak Menko, kita setuju dua undang-undang, tapi bagi dua ya. Yang UU Perampasan Aset diusulkan oleh pemerintah, yang pembatasan uang kartal itu biar inisiatif DPR,’” kata Mahfud.

“Materinya tetap setuju, cuman nanti akan nambah materi, ada undang-undang tentang pendanaan parpol. Karena kalau ini berlaku, parpol tidak jelas dananya, enggak bagus juga,” imbuh dia.

Perjalanan RUU Perampasan Aset

Baru-baru ini, tepatnya pada saat Hari Buruh tanggal 1 Mei 2025, Presiden RI tegas menyatakan dukungan terhadap RUU Perampasan Aset.

Prabowo juga melanjutkan seruannya dengan mengajak buruh untuk bersama-sama melanjutkan perlawanan terhadap korupsi di Indonesia.

“Saudara-saudara, dalam rangka juga pemberantasan korupsi, saya mendukung Undang-Undang Perampasan Aset. Saya mendukung!” ujar Prabowo pada peringatan Hari Buruh di Lapangan Monas, Jakarta.

Adapun RUU ini telah dimasukkan ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025-2029 pada rapat bersama Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Senin (18/11/2024) lalu.

RUU Perampasan Aset menempati urutan kelima dalam daftar 40 usulan RUU yang diajukan oleh pemerintah.

Rencana pembahasan RUU Perampasan ini diketahui sudah bergulir sejak belasan tahun lalu, yaitu tepatnya pada 2008 ketika Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mulai mengkaji kebutuhan perundang-undangan terkait perampasan aset dari hasil tindak pidana.

Hal ini dilatarbelakangi oleh upaya pemberantasan korupsi dan tindak pidana lainnya di Indonesia yang membutuhkan instrumen hukum yang lebih efektif.

Setelah dikaji selama beberapa tahun, pada tahun 2012, RUU Perampasan Aset Tindak Pidana resmi diajukan ke DPR RI untuk dimasukkan dalam legislasi nasional.

Akan tetapi, pembahasan RUU ini tidak langsung berjalan mulus dan harus menghadapi berbagai kendala politik dan hukum.

Bertahun-tahun berlalu, RUU Perampasan Aset terus mengalami berbagai penundaan dan terkesan tidak serius dibahas oleh DPR RI.

Di beberapa kesempatan, pembahasan RUU ini sempat muncul dalam diskusi, namun tidak ada kejelasan kapan akan dibahas atau disahkan.

Barulah pada 4 Mei 2023, pemerintah kembali mengirim surat presiden terkait RUU Perampasan Aset Tindak Pidana ke DPR RI.

Namun, hingga rapat paripurna terakhir DPR RI periode 2019-2024 pada 30 September 2024, pembahasan RUU itu belum pernah dilakukan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita EDA WEB WhatsApp Channel : . Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber : Kompas