
RENCANA pemerintah melalui Kementerian Kesehatan mengizinkan dokter umum melakukan operasi caesar mendapat perhatian masyarakat, khususnya tenaga medis.
Menurut Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, rencana pemberian izin ini untuk memenuhi kebutuhan penanganan kelahiran yang membutuhkan tindakan operasi caesar.
Pasalnya, di banyak daerah tidak tersedia atau sangat sedikit dokter obstetri dan ginekologi atau dokter kandungan, khususnya di wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan dan Terluar).
Rencana pemberian izin ini untuk menekan angka kematian ibu (AKI) melahirkan dan angka kematian bayi (AKB) saat dilahirkan yang masih tinggi terutama di daerah 3T.
Berdasarkan Sensus Penduduk 2020, AKI di Indonesia pada 2020 masih di angka 189 per 100.000 kelahiran hidup.
Baca juga:
Beberapa faktor yang menjadi penyebab utama AKI tinggi di daerah 3T antara lain keterlambatan dalam pengambilan keputusan, keterlambatan akses ke pelayanan kesehatan, dan keterlambatan mendapatkan pelayanan di fasilitas kesehatan.
Penyebab langsung kematian ibu meliputi perdarahan, preeklampsi, dan infeksi.
Aturan medis operasi cesar oleh dokter umum
Upaya mengurangi risiko kematian ibu melahirkan akibat keterlambatan penanganan tentu saja langkah yang sangat baik.
Namun, pemberian izin melakukan tindakan operasi caesar kepada bukan dokter spesialis kandungan tentu saja harus memperhatikan kaidah medis dan aturan di bidang kedokteran.
UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran telah memberi aturan tentang pendelegasian tenaga kesehatan. Dokter hanya boleh mendelegasikan tindakan medis kepada tenaga kesehatan lain sesuai kompetensi dan supervisi.
Pemberian pendelegasian juga tidak berarti pelimpahan tanggungjawab kepada tenaga kesehatan, tapi merupakan pelaksanaan tugas di bawah pengawasan dokter yang berkompeten.
Artinya pendelegasian untuk melakukan tindakan tetap harus berbasiskan kompetensi dan dilakukan supervisi terhadap tindakan yang dilakukan.
Pendelegasian untuk melakukan tindakan medis dari dokter juga hanya dilakukan dalam keadaan darurat. Artinya, pendelegasian tindakan ini bukanlah norma kebijakan, tapi pengecualian dalam kondisi tertentu.
Kode Etik Kodekteran Indonesia pada Pasal 7 juga menyatakan bahwa dokter wajib bekerja sesuai standar profesi dan tidak boleh melakukan tindakan di luar kemampuannya.
Sehingga tenaga medis yang akan melakukan tindakan memang harus dipastikan sudah memiliki keahlian dan kemampuan.
Baca juga:
Kondisi yang dialami Indonesia saat ini adalah kurangnya dokter spesialis termasuk dalam bidang obstetri dan ginekologi (Obgyn) yang banyak dibutuhkan untuk membantu proses kelahiran dengan tindakan khusus.
Maka dalam upaya memenuhi kebutuhan tersebut, upaya yang harus dilakukan adalah menambah jumlah dokter spesialis dan meningkatkan persebaran dokter Obgyn terutama untuk memenuhi kebutuhan di daerah 3T dan dengan angka AKI tinggi.
Berdasarkan data KKI 2023, jumlah dokter spesialis Obgyn di Indonesia sebanyak 6050 orang. Sementara rasio ideal dokter spesialis Obgyn yang dianjurkan oleh Bappenas adalah 0,28 dokter spesialis per 1.000 penduduk.
Dengan kata lain, idealnya ada 28 dokter kandungan untuk setiap 100.000 penduduk.
Dari sisi persebarannya, data Persatuan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) menunjukkan bahwa sebarannya masih terkonsentrasi di provinsi atau kota besar seperti di Jakarta, Jawa Barat (Bandung), Surabaya, Semarang, Banten.
Daerah di luar Jawa yang cukup banyak adalah di Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, dan Bali.
Sementara provinsi dengan jumlah dokter spesialis Obgyn yang sedikit adalah di Bangka Belitung, Gorontalo, Maluku Utara.
Kalaupun saat ini upaya pemenuhan dokter spesialis obgyn masih berjalan lambat, maka mengizinkan dokter umum di daerah 3T dan angka AKI tinggi untuk melakukan tindakan medis seperti , sifatnya hanya sementara karena keadaan darurat.
Pemerintah tetap harus berusaha mengupayakan peningkatan jumlah dan persebaran dokter spesialis terutama di daerah 3T.
Hal ini sesuai dengan amanat dalam UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang pada pasal 27 dan 28 menyebutkan Pemerintah wajib menjamin ketersediaan tenaga kesehatan yang merata, termasuk di daerah 3T.
Peraturan Pemerintah (PP) No. 3 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal Kesehatan juga menegaskan hak masyarakat untuk mendapat layanan kesehatan berkualitas, termasuk akses ke dokter spesialis.
Pemerintah perlu mengevaluasi dulu bagaimana kondisi jumlah dan persebaran dokter spesialis khususnya untuk Obgyn saat ini di Indonesia.
Mungkin saja ada wilayah-wilayah yang jumlah dokter spesialisnya cukup banyak, bahkan berlebih. Sementara ada daerah lain yang memang sangat kekurangan dokter spesialis.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah sejauh mana insentif yang diberikan kepada dokter, khususnya dokter spesialis yang akan ditugaskan di daerah 3T.
Baca juga:
Jika tidak ada insentif layak bersifat khusus, maka sulit untuk mendorong dokter spesialis untuk ditugaskan di pelosok daerah.
Selain insentif, perlu juga diperhatikan fasilitas pendukung. Misalnya, kendaraan dan jaminan keamanan.
Hal lain yang harus diperhatikan dalam mendelegasikan tindakan operasi caesar kepada dokter umum adalah risiko atas tindakan yang dilakukan.
Kesalahan dalam tindakan operasi bisa diangap sebagai malpraktik yang berimplikasi pada hukum pidana karena dianggap melakukan kelalaian. Apalagi KUHP menyebutkan bahwa tindakan di luar kompetensi bisa dikenakan pidana.
Tenaga medis yang menerima delegasi tersebut akan menjadi pihak yang disalahkan, meskipun dia hanya menerima delegasi.
Maka, mengizinkan dokter umum untuk melakukan operasi caesar tetap harus melalui supervisi. Tidak boleh ada pemaksaan untuk melakukan operasi caesar jika memang ada keraguan untuk melakukannya serta kompetensi yang tidak mendukung.
Jangan menjadi kebijakan permanen
Memberikan pendelegasian kepada dokter umum untuk melakukan operasi caesar seperti yang disebutkan oleh Menkes memang diperlukan untuk menekan AKI.
Namun, pendelegasian ini hanya bersifat sementara dan tidak dijadikan kebijakan.
Pendelegasian ini harus merupakan pengecualian karena kondisi tertentu dan bukan menjadi norma kebijakan.
Artinya, pemerintah tetap harus mengupayakan penyediaan tenaga spesialis serta pendistribusian tenaga medis ke daerah 3T.
Dengan kata lain, kebijakan utamanya adalah tetap meningkatkan jumlah tenaga spesialis dan pendistribusiannya dengan pioritas pada daerah dengan kasus AKI yang tinggi terutama saat proses persalinan.
Pendelegasian operasi caesar kepada dokter umum dibatasi hanya pada daerah yang memang membutuhkkan, pada kondisi darurat, serta dibekali dengan pelatihan dan peningkatan kompetensi untuk bisa melakukan tindakan caesar.
Pemerintah perlu menyiapkan pelatihan dan peningkatan kompetensi tersebut serta rambu-rambu ketat tentang kondisi yang membolehkan dokter umum melakukan tindakan caesar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita EDA WEB WhatsApp Channel : . Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.
Sumber : Kompas