
, EDA WEB – selalu punya cara istimewa merayakan hari-hari besarnya.
Seperti pada Kamis (26/6/2025) malam, ketika langit di atas ibu kota Kalimantan Timur itu berhias pijar jingga dari ribuan obor, menyambut pergantian tahun dalam kalender Islam, 1447 Hijriah atau Satu Suro.
akbar yang menjadi tradisi tahunan ini kembali membuktikan bagaimana semangat kebersamaan mampu menghangatkan dinginnya malam.
Sejak maghrib, ribuan warga sudah tumpah ruah di sepanjang rute pawai. Salah satunya adalah Will (40), warga Suryanata, yang jauh-jauh datang bersama keluarganya.
Senyum tak lepas dari bibirnya meski harus berdiri lebih dari empat jam demi bisa menyaksikan langsung kemeriahan ini.
Baca juga:
“Sudah sekitar empat jam, empat jam lebih kami di sini,” ujar Will sambil sesekali mengarahkan pandangannya ke arah pawai yang mulai mendekat.
“Dapat informasinya dari Instagram tadi sore, baru lihat. Langsung berangkat karena anak-anak juga antusias banget pengen lihat.”
“Sebelumnya belum pernah, makanya kali ini semangat,” tambahnya, matanya berbinar melihat anak-anaknya yang sesekali ikut berjoget mengikuti irama beduk dari kejauhan.
Di balik barisan obor yang menyala, ada sosok-sosok yang bekerja keras mempersiapkan gelaran akbar ini.
Ipung Aspul, Pembina , menjadi salah satu motor di balik suksesnya acara. Ia menjelaskan bahwa peringatan ini memang agenda rutin yang selalu ditunggu.
“Alhamdulillah, di malam 1 Muharram ini kita mengadakan peringatan Tahun Baru Islam 1447 Hijriah. Kegiatan ini setiap tahun kita laksanakan,” tutur Ipung dengan bangga.
Ia menambahkan bahwa peserta ini tidak terpatok pada satu wilayah, melainkan melibatkan warga dari Merdeka 1, 2, 3, 4, 5, hingga ke wilayah Subulus Salam, Muso Salim, bahkan ada juga dari Gerilya.
Baca juga:
Antusiasme tahun ini jauh melebihi perkiraan.
“Tahun kemarin terhambat karena hujan dan anak sekolah masih aktif. Alhamdulillah tahun ini pas kebetulan anak-anak libur sekolah. Target kita kurang lebih seribu peserta,” ungkap Ipung optimistis.
Persiapan obornya membutuhkan waktu tak sedikit.
“Dari awal kita mencari bambu sampai merakit hingga terbentuk menjadi satu obor itu persiapannya kurang lebih ada setengah bulan,” ungkapnya.
Tak hanya obor, pawai ini juga diwarnai dengan gerobak-gerobak hias yang membawa beduk, menambah semarak suasana, seperti pawai takbiran.
Ipung menegaskan, inisiatif membawa beduk dan gerobak hias ini datang dari panitia sebagai bagian dari tradisi.
“Itu menggambarkan satu kegiatan muslim atau Islam setiap Tahun Baru Islam. Kita sambil mengadakan yang namanya baca doa selamat tolak bala untuk wilayah kampung dan sekitarnya,” paparnya.
“Khusus untuk Kalimantan Timur kita itu mencegah jangan sampai Kalimantan Timur pada khususnya itu mengalami musibah yang lainnya.”
Baca juga:
Mengenai rute, pawai obor menempuh jarak yang cukup panjang.
“Kalau jarak sementara ini dari Merdeka 4, 3, 2, 1, sampai Gerilya itu mungkin sekitar lima puluh kiloan,” pungkas Ipung, mengakhiri wawancara.
Pawai obor 1 Muharram di Samarinda bukan sekadar perayaan tahun baru. Ia adalah manifestasi dari persatuan, doa bersama, dan harapan akan keselamatan, yang terus menyala seperti ribuan obor di sepanjang jalan, menerangi malam dan hati setiap warganya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita EDA WEB WhatsApp Channel : . Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.
Sumber : Kompas