
BOGOR, EDA WEB – Kamis (26/6/2025) siang itu, Maryamah (61) baru saja dari luar dan langsung ke ruang tengah rumahnya di Bogor, Jawa Barat, sambil terus memelototi layar ponsel.
Sudah beberapa hari ia menanti kepulangan putrinya, Sayyida (31), yang tertahan di Azerbaijan setelah dievakuasi dari kampusnya di Teheran akibat memanasnya konflik antara Iran dan Israel.
Seharusnya ia tiba di Indonesia pada Kamis (26/6/2025) sore, namun jadwal penerbangan mengalami penundaan.
“Harusnya dari kemarin-kemarin sudah berangkat, hari ini nyampe. Tapi pesawatnya delay. Belum ada kepastian sampai sekarang,” kata Maryamah memulai obrolan kepada EDA WEB saat ditanya kabar putrinya.
Baca juga:
Maryamah melanjutkan, sejak kecil Sayyida telah menunjukkan tekad kuat menuntut ilmu.
Ia tak hanya Al-Qur’an, tapi juga berhasil meraih gelar cum laude saat menempuh pendidikan S1 di Indonesia.
Perempuan asal Bogor itu telah tinggal di Iran sejak 2020, merantau seorang diri demi mengejar cita-cita di bidang pendidikan Islam.
Baca juga:
Kini, ia tengah berada di pengujung perjalanan akademiknya. Sayyida sedang menyelesaikan studi doktoral (S3) di Ahlul Bayt International University, Teheran, Iran, dengan fokus di bidang Ilmu Hadist.
Ia menjadi satu-satunya anak perempuan dari lima bersaudara di keluarganya yang memilih melanjutkan studi ke Timur Tengah.
Kepergiannya ke Iran mendapat restu penuh dari almarhum sang ayah, seorang rektor yang dikenal mendukung penuh pendidikan anak-anaknya.
Baca juga:
“Dia memang dari kecil tekun belajar. Al-Qur’an dan lulus S1 dengan predikat cum laude. Bahasa Inggris juga lancar, menguasai beberapa bahasa,” ujar Maryamah dengan bangga.
Kecintaan Sayyida pada ilmu agama dan keislaman tumbuh sejak belia. Ia aktif sebagai santri dan dikenal tekun dalam menghafal Al-Qur’an. Prestasi akademiknya pun tak kalah gemilang.
Dengan bekal tersebut, Sayyida diterima di sejumlah universitas internasional dari berbagai negara. Namun pilihan akhirnya jatuh pada Iran.
Baca juga:
Keistimewaan itu lah yang mengantarkan Sayyida meraih beasiswa penuh untuk melanjutkan program S3 di Iran.
“Di Iran itu beasiswanya full. Di negara lain cuma 50 persen. Jadi dia pilih yang full biar enggak ngerepotin orang tua,” ujar Maryamah.
Sayyida memulai studinya di Iran pada 2020. Ia lebih dulu menyelesaikan jenjang S2, lalu langsung melanjutkan ke program S3.
Baca juga:
Kini, disertasinya sudah memasuki tahap akhir. Jadwal ujian direncanakan berlangsung secara daring pada Januari 2026.
Selain unggul dalam akademik, Sayyida juga aktif dalam kegiatan kemanusiaan dan sering dipercaya membantu berbagai acara resmi di lingkungan mahasiswa Indonesia di Teheran.
“Kalau ada acara apa pun di KBRI, pasti dia ikut bantu. Orangnya sigap dan pintar,” ucap Maryamah.
Baca juga:
Namun, di balik segala prestasinya, perjalanan Sayyida di negeri asing tidak selalu mudah.
Ia harus menghadapi kerinduan panjang terhadap keluarga, terutama setelah hanya satu kali pulang ke Tanah Air sejak pertama kali menjejakkan kaki di Iran.
Selama lima tahun kuliah di Iran, Sayyida hanya sekali pulang ke Indonesia, yakni pada September 2024. Itu pun karena ayahnya jatuh sakit dan ingin bertemu putri kesayangannya.
Baca juga:
“Dia baru pulang sekali, pas bapaknya sakit. Enggak lama setelah sampai di sini bapaknya meninggal dunia,” kata Maryamah lirih.
“Dia baru pulang sekali pada pertengahan September 2024, itu pun karena permintaan ayahnya yang sakit dan pas sampai di sini, ayahnya meninggal. Jadi dia gak sempet ketemu,” tutur Maryamah sedih mengenang kejadian tahun lalu.
Meski dihantam duka, Sayyida tetap tegar. Ia kembali ke Iran dengan semangat menyelesaikan pendidikannya.
Baca juga:
Ini bentuk penghormatan terakhir untuk sang ayah yang juga seorang akademisi dan semasa hidupnya sangat mendukung anak perempuannya merantau menuntut ilmu.
“Bapaknya itu rektor. Dari dulu mendukung anak perempuan sekolah setinggi-tingginya,” ujar Maryamah.
Meski kehilangan besar itu datang, Sayyida tetap kuat dan melanjutkan perjuangannya di negeri orang.
Bahkan saat konflik bersenjata pecah di Iran, ia memilih tetap tenang dan langsung menghubungi keluarganya.
Baca juga:
“Dia WhatsApp, bilang, ‘Mamah tenang aja, tenang’, meskipun katanya sempat dengar suara ledakan-ledakan,” ujar Maryamah.
Ketegaran Sayyida menular ke keluarganya di Bogor. Meski Maryamah sempat jatuh sakit karena terlalu cemas, komunikasi intens dengan putrinya membuat hatinya sedikit lebih tenang.
“Anaknya itu nggak pernah panik. Supertenang, selalu bilang aman, selalu nenangin orang tua. Tapi saya tetap khawatir, namanya ibu,” ucapnya.
Baca juga:
Saat evakuasi dilakukan KBRI dan Kementerian Luar Negeri RI, Sayyida termasuk dalam kloter ketiga yang diterbangkan dari Iran ke Azerbaijan.
Ia tiba di Baku Azerbaijan dan saat ini tinggal di hotel bersama rombongan WNI lainnya sambil menunggu kepastian jadwal penerbangan ke Indonesia.
“Sekarang dia di bawah perlindungan pejabat KBRI. Katanya semua diurus, makan, tempat tinggal, semua diperhatikan,” kata Maryamah.
Di antara rasa cemas dan harap, Maryamah telah menyiapkan satu hal istimewa untuk menyambut kepulangan Sayyida, yaitu opor ayam kampung, makanan kesukaannya.
Keluarga berharap, Sayyida bisa kembali ke Tanah Air dalam keadaan selamat dan segera menyelesaikan studinya secara daring.
Baca juga:
“lagi nyusun (desertasi) dan ujian bisa online nanti. Mudah-mudahan lancar semuanya karena tahun depan dia insyaallah lulus,” ujarnya.
Bagi mereka, perjuangan Sayyida bukan hanya tentang meraih gelar akademik, tapi juga membuktikan bahwa perempuan Indonesia bisa merantau jauh, membawa nama baik keluarga, agama, dan bangsa.
“Mudah-mudahan dia pulang dalam keadaan sehat, selamat, sukses sekolahnya,” ujar Maryamah sambil tersenyum tipis.
Baca juga:
Perjalanan Sayyida adalah kisah tentang ilmu, keberanian, dan cinta keluarga.
Dari pesantren di Bogor, ke bangku S3 di Teheran, dan kini tertahan di Azerbaijan, perjuangannya belum selesai.
Namun satu hal yang pasti, keluarganya di rumah sudah siap menyambutnya dengan doa, cinta, dan sepiring opor ayam hangat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita EDA WEB WhatsApp Channel : . Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.
Sumber : Kompas