
EDA WEB – Kebijakan untuk menghapus pekerjaan rumah (PR) tertulis bagi pelajar menuai respons dari parlemen.
Wakil Ketua , Irfani, mengingatkan bahwa pemberian PR adalah bagian dari strategi pembelajaran yang menjadi kewenangan , bukan kepala daerah.
” adalah pihak yang paling memahami kebutuhan dan karakteristik siswanya. Karena itu, keputusan untuk memberikan PR atau tidak seharusnya diserahkan kepada guru, bukan dibatasi secara sepihak oleh kepala daerah,” kata Lalu dalam keterangan pers, Kamis (12/6/2025).
Baca juga:
Mengapa PR Masih Relevan Bagi Sebagian Siswa?
Menurut Lalu, setiap siswa memiliki kondisi belajar yang berbeda-beda di rumah. Karena itu, dalam banyak kasus, PR justru menjadi cara efektif untuk memperkuat pemahaman siswa terhadap materi pelajaran.
“Tidak semua siswa punya kondisi belajar yang sama di rumah. Ada yang butuh penguatan lewat PR, ada juga yang tidak. Di sinilah pentingnya diskresi guru dalam menentukan metode belajar yang paling sesuai,” imbuhnya.
Ia tidak menampik bahwa niat Dedi untuk menciptakan suasana belajar yang menyenangkan adalah baik.
Namun, ia menegaskan bahwa kebijakan itu seharusnya tetap berpijak pada prinsip-prinsip pedagogi dan profesionalitas guru.
Baca juga:
Apa Pengganti PR dalam Kebijakan Dedi Mulyadi?
Sebelumnya, Dedi Mulyadi menyatakan akan mengganti PR tertulis dengan tugas-tugas yang lebih produktif dan aplikatif.
Ia menilai sistem PR konvensional yang hanya menyalin soal dari buku ke lembar kerja sudah tidak relevan dengan pendekatan pembelajaran modern.
“Penghapusan PR itu dimaknai sebagai upaya menghentikan kegiatan aktivitas rutin di sekolah yang dibawa ke rumah. Seluruh pembelajaran itu ada jawabannya di buku-bukunya, kemudian dipindahkan menjadi daftar isian,” ujar Dedi dalam video yang diterima EDA WEB, Selasa (10/5/2025).
Baca juga:
Dedi menyarankan agar waktu di rumah digunakan siswa untuk mengeksplorasi minat dan bakat mereka melalui aktivitas produktif.
Contohnya adalah membantu orang tua melakukan pekerjaan rumah tangga seperti menyapu, memasak, mencuci piring, atau membuat taman.
“Itu adalah pekerjaan rumah yang harus mendapat penilaian positif dari gurunya,” tambahnya.
Bagaimana Seharusnya Kepala Daerah Membuat Kebijakan Pendidikan?
Lalu Hadrian menekankan bahwa kebijakan pendidikan oleh kepala daerah seharusnya melibatkan pandangan para ahli dan praktisi pendidikan.
Ia juga meminta pemerintah pusat, khususnya Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, untuk memberikan pedoman yang lebih jelas mengenai batasan kewenangan pemerintah daerah dalam membuat kebijakan pendidikan.
“Jangan sampai kebijakan populis justru mengebiri otonomi profesional guru,” tegas politisi PKB ini.
Baca juga:
Dalam pernyataannya, Lalu menyuarakan pentingnya menjaga keseimbangan antara inovasi kebijakan dan penghormatan terhadap peran strategis guru dalam proses belajar mengajar.
Menurutnya, pendekatan pendidikan yang efektif membutuhkan ruang diskresi bagi guru untuk menyesuaikan metode pembelajaran dengan kebutuhan siswa di kelas masing-masing.
Sebagian artikel ini telah tayang di EDA WEB dengan judul “”.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita EDA WEB WhatsApp Channel : . Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.
Sumber : Kompas