
EDA WEB – (AS) untuk mewacanakan merupakan salah satu babak baru dalam sejarah .
Jejak sudah diketahui ketika Iran masih menganut sistem monarki. Didasari oleh kepentingan ekonomi, AS dan sekutunya mencampuri urusan politik dalam negeri Iran.
di Iran terkait dengan kepentingan pengelolaan minyak bumi yang masih menjadi sumber utama energi dunia. Bagaimana sejarah ?
Baca juga:
Awal mula intervensi politik di Iran
Sejak minyak ditemukan di Iran, emas hitam menjadi aset sangat berharga di Iran. Keberadaan minyak di Iran menyebabkan adanya dinamika politik dalam negeri yang turut diakibatkan intervensi pihak luar.
Saat Perang Dunia II, Shah Reza, ayah Mohammad Reza Shah Pahlavi, cenderung dekat dengan Jerman. Para teknisi asal Jerman terlibat dalam pengembangan minyak di Iran.
Hal ini memicu Sekutu untuk menyerang Iran dan menyingkirkan Shah Reza. Sebagai gantinya, Mohammad Reza Shah Pahlavi lantas diangkat sebagai boneka Sekutu untuk menempati takhta tertinggi Iran.
Pada awal kekuasaanya, Mohammad Reza Shah Pahlavi (1941-1979) tak terlalu ikut campur dengan pemerintahan Iran. Parlemen Iran dibiarkan memegang kekuasaan besar.
Saat Mohammad Mossadegh resmi menjadi Perdana Menteri pada 1951, Iran mulai melakukan kebijakan yang lebih nasionalistis terhadap ekonomi mereka, termasuk soal minyak.
Baca juga:
Nasionalisasi di bawah Mossadegh
Pada 1951, Perdana Menteri Mohammad Mossadegh berhasil mendapat lampu hijau dari parlemen untuk menasionalisasi perusahaan-perusahaan minyak yang dimiliki Inggris.
Program nasionalisasi minyak Iran dilakukan untuk meningkatkan devisa negara. Nasionalisasi dari Mossadegh juga menargetkan Anglo-Iranian Oil Company (AIOC), yang saat itu masih dikendalikan Inggris.
Langkah Mossadegh memicu krisis energi. Setelah nasionalisasi, produksi minyak Iran mengalami penurunan drastis. AIOC menghentikan operasinya dan memengaruhi pendapatan ekspor negara.
Inggris, yang merasa dirugikan, bersekutu dengan AS dan merespons nasionalisasi ini lewat pemberlakuan sanksi ekonomi ketat, termasuk blokade di Teluk Persia hingga Selat Hormuz.
Saat itu, Teluk Persia dan Selat Hormuz sudah menjadi jalur ekonomi penting bagi lalu lintas perdagangan dunia, terutama minyak.
Inggris melarang ekspor barang-barang penting ke Iran, seperti gula dan baja, serta memblokir akses Iran ke rekening bank di Inggris.
Langkah ini memperburuk situasi ekonomi Iran. Banyak negara juga menolak menyediakan teknisi untuk mengelola fasilitas minyak Iran yang telah dinasionalisasi.
Baca juga:
Campur tangan Amerika lewat CIA
Ketegangan meningkat pada Juli 1952 ketika Angkatan Laut Kerajaan Inggris menyita kapal tanker Italia Rose Mary. Inggris menuduh minyak yang diangkut adalah hasil curian. Insiden ini menghentikan ekspor minyak Iran sepenuhnya.
Tekanan internasional semakin besar ketika CIA, atas kesepakatan dengan Inggris, melancarkan operasi rahasia untuk menggulingkan Mohammad Mossadegh dari kursi Perdana Menteri Iran.
Operasi yang dilancarkan CIA ini dikenal sebagai “Operasi Ajax”. Amerika mengirimkan . CIA memulai aksinya dengan menyebarkan propaganda anti-Mossadegh untuk menggerogoti dukungan rakyat.
Mereka juga mempengaruhi sejumlah perwira militer Iran agar mendukung rencana kudeta. Namun, upaya pertama pada 15 Agustus 1953 itu gagal setelah terendus oleh loyalis Mossadegh.
Pemerintah Iran yang dipimpin Mossadegh merespons dengan menangkap agen-agen CIA dan memperketat pengawasan terhadap media massa.
Meski demikian, CIA terus berusaha. CIA memanfaatkan media untuk menyebarkan informasi palsu, termasuk klaim bahwa Shah Iran telah memecat Mossadegh dan menunjuk Jenderal Fazlollah Zahedi sebagai penggantinya.
Strategi ini bertujuan menciptakan kerusuhan di kalangan masyarakat. Tekanan semakin meningkat ketika Shah, yang sempat melarikan diri ke Baghdad, berhasil diyakinkan CIA untuk mengeluarkan dekrit pembubaran pemerintahan Mossadegh.
Pada 19 Agustus 1953, situasi memuncak ketika kerusuhan meluas di Iran. Mossadegh akhirnya dipaksa mundur, dan Jenderal Zahedi mengambil alih kekuasaan.
Baca juga:
Dampak kudeta Mossadegh
Shah Mohammad Reza Pahlavi, yang pro-Barat, kembali memimpin Iran dengan dukungan penuh dari Amerika Serikat dan Inggris.
Sebagai imbalannya, Shah mengizinkan perusahaan minyak asing, termasuk AIOC, lima perusahaan Amerika, serta perusahaan minyak Prancis dan Belanda, untuk kembali mengelola sumber daya minyak Iran.
Kudeta ini meninggalkan dampak mendalam bagi politik Iran. Keberhasilan Operasi Ajax tidak hanya memperkuat posisi Shah tetapi juga menciptakan ketidakpercayaan mendalam terhadap intervensi asing.
Ayatollah Khomeini kemudian muncul sebagai tokoh perlawanan terhadap rezim Pahlavi. Ia mengkritik keras campur tangan asing yang dianggap merusak identitas Islam Syiah di Iran.
Akibat perlawanan ini, Khomeini ditangkap dan diasingkan pada tahun 1963. Meski demikian, gagasan-gagasannya terus memengaruhi perkembangan politik di Iran hingga revolusi besar terjadi pada 1979.
Referensi:
- Brigida Intan Printina. 2019. SEJARAH ASIA BARAT MODERN: Dari Nasionalisme Sampai Perang Teluk ke-III. Yogyakarta: Sanata Dharma University Press.
- Muhammad Ali Ashhabul Kahfi, (2018), “Strategi Donald Trump Menggunakan Maximum Pressure Campaign dalam Kasus Program Nuklir Iran”, Skripsi, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita EDA WEB WhatsApp Channel : . Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.
Sumber : Kompas