Kenapa Malam 1 Suro Tidak Boleh Tidur? Ini Penjelasan Budayawan

  
Kapan Malam 1 Suro 2025? Awal Tahun Jawa yang Penuh Makna dan Mitos

EDA WEB – 2025 jatuh pada hari Kamis, 26 Juni 2025 menjelang 1 Suro pada Jumat 27 Juni atau bertepatan dengan 1 Muharram 1447 Hijriah.

Malam 1 Suro dianggap sebagai titik tahun baru penanggalan Jawa, yang penuh dengan muatan spiritual.

Dalam masyarakat Jawa, diyakini sebagai malam sakral, waktu alam gaib dan roh-roh leluhur turun ke dunia untuk memberikan perlindungan dan keberkahan.

Untuk itu terdapat sejumlah larangan pada malam 1 Suro, antara lain tidak boleh tidur dan keluar rumah.

Baca juga:

Anjuran Begadang di Malam 1 Suro

Dilansir EDA WEB (05/06/2025), budayawan sekaligus dosen Ilmu Sejarah Universitas Sebelas Maret () Surakarta, Tundjung Wahadi Sutirto, mengungkapkan bahwa memang ada anjuran untuk tidak tidur atau membuat kegaduhan pada malam 1 Suro.

Meski demikian, menurutnya, anjuran tersebut lebih sebagai kebiasaan turun-temurun yang sifatnya tidak mengikat.

“Jadi, anjuran itu bersifat longgar,” ujar Tundjung, Jumat (5/7/2024).

Tradisi begadang atau tuguran di malam 1 Suro merupakan bentuk perenungan diri dan doa, yang sejak lama menjadi kebiasaan spiritual dalam masyarakat Jawa.

Tradisi ini diyakini sebagai sarana menyambut tahun baru dengan muhasabah atau refleksi terhadap perjalanan hidup yang telah dan akan dijalani.

Baca juga:

Beda Makna Tahun Baru Jawa dan Masehi

Tundjung menekankan bahwa suasana malam 1 Suro sangat berbeda dengan perayaan tahun baru Masehi.

Malam 1 Suro dimaknai sebagai malam spiritual dan hening, bukan momen pesta dan euforia.

“Karena dimensinya berbeda. Jika malam 1 Suro itu bersifat spiritual, kalau pergantian tahun baru Masehi sifatnya lebih ke arah hedonis,” jelas Tundjung.

Ia menambahkan, tradisi tuguran dan keheningan malam 1 Suro masih dijalankan dengan penuh kesadaran oleh masyarakat yang memiliki ikatan budaya Jawa yang kuat.

“Bagi keluarga yang ikatan etnisitasnya masih kuat berorientasi kepada budaya Jawa, maka tuguran dan hening di malam 1 Suro itu akan dilakukan dengan penuh kesadaran,” tuturnya.

“Bukan sekadar upacara, tetapi menjadi tata cara,” tambahnya.

Baca juga:

?

Salah satu larangan yang cukup populer adalah tidak diperbolehkan keluar rumah saat malam 1 Suro.

Tundjung menjelaskan bahwa hal ini berasal dari kepercayaan dan mitos masyarakat Jawa yang meyakini aura mistis malam tersebut.

Menurutnya, sakralitas malam 1 Suro lahir dari penggabungan antara kalender Islam dan kalender Jawa (Hindu), yang dilakukan pada masa pemerintahan Sultan Agung, Raja Mataram Islam pada tahun 1613-1645.

“Momentum penanggalan yang digaungkan itu diyakini sebuah momentum yang istimewa, sehingga masyarakat menganggap malam 1 Suro sakral,” ujar Tundjung.

Tundjung menyebut, Sultan Agung menciptakan penggabungan antara sistem penanggalan Saka (Hindu) dengan kalender Hijriah (Islam).

Peristiwa ini terjadi pada Jumat Legi, saat pergantian tahun Saka 1555 yang bertepatan dengan 1 Muharam 1043 H atau 8 Juli 1633 M.

Sejak saat itu, malam 1 Suro mulai dianggap sebagai malam suci oleh masyarakat Jawa dan dijadikan momen untuk memperkuat koneksi spiritual melalui keheningan, doa, dan kontemplasi.

Sebagian artikel ini telah tayang di EDA WEB dengan judul.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita EDA WEB WhatsApp Channel : . Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber : Kompas