
JAKARTA, EDA WEB – Industri otomotif tengah dihadapkan pada fenomena baru yang menjadi sorotan utama, yakni maraknya penjualan “nol kilometer.”
Fenomena ini mengacu pada kendaraan yang secara teknis terdaftar sebagai bekas, namun belum pernah digunakan oleh pemilik pertama, dan kini membanjiri pasar mobil seken di Negeri Tirai Bambu.
Baca juga:
Mobil-mobil ini sebenarnya adalah unit baru yang telah didaftarkan sebagai “terjual”, umumnya kepada diler afiliasi atau pihak ketiga.
Setelah itu, kendaraan tersebut dijual kembali sebagai mobil bekas, meskipun memiliki jarak tempuh yang sangat rendah, atau bahkan nol.
Taktik ini dilakukan untuk berbagai tujuan. Mulai dari membantu produsen mencapai target penjualan, mengurangi tumpukan stok yang tidak terjual, hingga memanfaatkan subsidi atau kebijakan ekspor yang berkaitan dengan status registrasi kendaraan.
Meskipun dinilai sebagai respons alami terhadap kelebihan pasokan di pasar, banyak kalangan industri menilai praktik ini sebagai langkah jangka pendek yang berisiko dan dapat merusak ekosistem pasar secara keseluruhan.
Baca juga:
Dikutip dari , fenomena ini menuai kritik karena dianggap menyesatkan konsumen, mendistorsi data penjualan, dan mengganggu stabilitas pasar mobil bekas.
Risiko Lebih Besar
nol kilometer ini memang menarik minat konsumen karena harganya bisa lebih murah hingga 30 persen dibandingkan harga unit baru dari diler. Namun, potongan harga tersebut disertai sejumlah risiko.
Beberapa kendaraan memiliki riwayat kepemilikan yang tidak jelas, kredit yang belum lunas, hingga masa garansi yang sudah berjalan sejak kendaraan pertama kali didaftarkan meskipun belum digunakan.
Baca juga:
Analis pasar di China memperingatkan bahwa dampak dari praktik ini tidak hanya terbatas pada konsumen, tetapi juga memengaruhi seluruh ekosistem industri otomotif.
Data penjualan yang dibesar-besarkan secara artifisial bisa menyesatkan investor, menciptakan ilusi permintaan, dan memperburuk persaingan harga.
Sebagai contoh, harga mobil bekas untuk model seperti BYD Qin L tercatat anjlok hingga 30-40 persen di bawah harga resmi. Penurunan ini turut menyeret harga model lain, dan menciptakan efek domino terhadap ekspektasi harga di pasar mobil seken.
Respons Pemerintah China
Menanggapi kekhawatiran ini, Kementerian Perdagangan China menggelar pertemuan tingkat tinggi pada 27 Mei 2025 dengan beberapa produsen otomotif besar seperti BYD dan Dongfeng, serta platform jual beli mobil bekas Guazi.
Diskusi tersebut membahas perlunya pengawasan lebih ketat terhadap transaksi mobil bekas dan upaya pemberantasan pelaporan penjualan yang manipulatif.
Baca juga:
Pemerintah China juga disebut tengah mempertimbangkan regulasi baru yang mengadopsi pendekatan seperti yang dilakukan Komisi Sekuritas dan Bursa Amerika Serikat (SEC) terhadap praktik “channel stuffing”, yaitu strategi di mana perusahaan sengaja mendorong stok berlebih ke jaringan distribusi untuk memperlihatkan kinerja penjualan yang lebih tinggi dari kenyataan.
Usulan Solusi
Sejumlah pakar industri menyarankan agar produsen otomotif menghindari taktik jangka pendek dan mulai melakukan langkah korektif.
Di antaranya dengan menyesuaikan perencanaan produksi secara realistis, meningkatkan transparansi terkait riwayat kendaraan dan jaminan garansi, serta memperluas ekspor mobil bekas ke negara lain, seperti Rusia, guna mengurangi tekanan di pasar domestik.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita EDA WEB WhatsApp Channel : . Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.
Sumber : Kompas