
EDA WEB — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) baru-baru ini menerbitkan kebijakan pembagian risiko (co-payment) pada pelayanan rawat jalan dan rawat inap produk asuransi kesehatan swasta yang akan berlaku mulai 1 Januari 2026.
Menyikapi kebijakan tersebut, Perkumpulan Ahli Manajemen Jaminan dan Asuransi Kesehatan Indonesia (PAMJAKI) mengimbau anggotanya untuk turut mengedukasi nasabah agar lebih bijak dalam memanfaatkan asuransi kesehatan.
Ketua Umum PAMJAKI Andi Afdal menjelaskan, co-payment diperlukan untuk mengendalikan moral hazard berupa pemanfaatan berlebihan (overuse) oleh nasabah asuransi.
Baca juga:
Ia juga menekankan pentingnya transparansi biaya yang ditanggung oleh asuransi swasta atas layanan kesehatan nasabah. Dengan pemahaman yang baik atas nilai layanan yang diterima, diharapkan nasabah dapat menggunakan asuransi secara lebih bertanggung jawab.
Pasalnya, kata Andi, fenomena pemanfaatan asuransi swasta yang berlebihan sering terjadi di lapangan. Co-payment merupakan upaya pemerintah menjaga keberlanjutan keuangan perusahaan asuransi.
“Oleh karena itu, perlu peningkatan edukasi kepada masyarakat agar asuransi kesehatan dimanfaatkan untuk kebutuhan yang benar-benar diperlukan,” ujarnya dalam rilis pers yang diterima EDA WEB, Minggu (22/6/2025).
Baca juga:
Senada dengan Andi, Insurance Operations and Health Consultant Dian Budiani mengatakan, overutilization dan overtreatment harus menjadi perhatian regulator dalam menjaga pertumbuhan industri asuransi swasta.
Ia mengapresiasi langkah OJK yang telah membuka ruang diskusi panjang bersama industri sebelum kebijakan co-payment diterapkan.
“Di negara lain yang telah menerapkan co-payment, umumnya teknis pelaksanaannya lebih kompleks. Namun tujuannya sama, yakni mendorong nasabah aktif menentukan perlunya mengajukan klaim. Perusahaan asuransi juga harus proaktif menyosialisasikan kebijakan co-payment ini kepada nasabah,” jelas Dian.
Baca juga:
Sementara itu, Penasihat Senior Ekonomi Kesehatan dr Hasbullah Thabrany menilai, kebijakan co-payment akan menjaga masyarakat tetap terlindung tanpa memberatkan asuransi swasta.
Menurutnya, co-payment bertujuan untuk meminimalkan konsumsi layanan yang tidak perlu sehingga tercipta harga efektif yang dibayar saat berobat.
“Harga efektif layanan adalah jumlah yang dibayar atas risiko sendiri oleh tertanggung. Ketentuan ini harus tertulis dalam polis yang mencakup rincian dan besaran risiko sendiri sebagaimana diatur oleh OJK,” katanya.
Baca juga:
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan turut menanggapi kebijakan tersebut. Kepala Humas BPJS Kesehatan Rizzky Anugerah mengapresiasi inisiatif OJK dalam mendorong efisiensi dan tata kelola sektor asuransi kesehatan.
Ia menegaskan bahwa ketentuan co-payment tidak berlaku bagi peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) karena saat ini, BPJS Kesehatan menerapkan skema coordination of benefit (CoB).
Skema itu memungkinkan peserta memperoleh perawatan lebih tinggi dari haknya melalui asuransi kesehatan tambahan.
“Sesuai Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2024, selain memanfaatkan asuransi kesehatan tambahan, peserta JKN juga dapat membayar sendiri selisih biaya bila memilih naik kelas rawat di luar haknya,” jelas Rizzky.
Sumber : Kompas