Para Tokoh Pelopor Politik Etis: Van Deventer hingga Douwes Dekker

  
Para Tokoh Pelopor Politik Etis: Van Deventer hingga Douwes Dekker

EDA WEB – sebuah kebijakan kolonial yang digagas untuk memperbaiki kesejahteraan masyarakat bumiputera di Hindia Belanda.

Gagasan ini muncul sebagai respons atas kritik terhadap ketidakadilan yang terjadi selama penjajahan.

Kelompok liberal dan sosial demokrat di Belanda berpendapat bahwa eksploitasi wilayah jajahan telah memberikan keuntungan besar bagi negeri induk.

Dinamika yang terjadi di Belanda itu akhirnya memunculkan ide kepada masyarakat pribumi.

Baca juga:

Berikut adalah tokoh atau :

1. Conrad Theodor van Deventer

Conrad Theodor van Deventer adalah pengacara, penulis, dan anggota parlemen Belanda yang menjadi salah satu pelopor utama Politik Etis.

Melalui artikel “Een Eereschuld” (Utang Kehormatan) di majalah De Gids pada 1899, van Deventer menyuarakan kritik terhadap pemerintah Belanda yang dinilainya telah memperkaya diri sendiri melalui eksploitasi wilayah jajahan.

Van Deventer menyoroti data yang menunjukkan keuntungan sebesar 187 juta gulden yang diperoleh Belanda antara 1867 dan 1878 dari Hindia Belanda.

Van Deventer mendesak pemerintah Belanda untuk mengembalikan sebagian kekayaan tersebut kepada masyarakat pribumi.

Pandangan ini akhirnya menginspirasi pada 1901 yang mengumumkan bahwa Belanda memiliki tanggung jawab moral terhadap rakyat Hindia Belanda.

Pernyataan ini menjadi dasar penerapan kebijakan Politik Etis, yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat bumiputera melalui pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan relokasi penduduk.

Baca juga:

2. Pieter Brooshooft

Sebagai wartawan dari koran De Locomotief, Pieter Brooshooft juga berperan penting dalam mencetuskan ide Politik Etis.

Pada 1887, ia melakukan perjalanan mengelilingi Pulau Jawa untuk mendokumentasikan kondisi rakyat bumiputera yang terpuruk akibat kebijakan tanam paksa.

Dengan fakta-fakta yang dikumpulkan dan dukungan dari lebih dari seribu tanda tangan, Piter Brooshooft menyampaikan laporan kepada politisi Belanda.

Dalam laporan tersebut, Brooshooft mengusulkan pembentukan Partai Hindia agar suara masyarakat Hindia Belanda dapat terwakili di parlemen.

Ia juga menulis pamflet berjudul “Haluan Etis dalam Politik Kolonial”. Tulisan ini menjadi salah satu dasar terminologi Politik Etis.

Upaya Brooshooft ini mendorong perhatian lebih besar terhadap isu-isu sosial dan ekonomi bumiputera di Hindia Belanda.

Baca juga:

3. Eduard Douwes Dekker

Eduard Douwes Dekker juga dikenal dengan nama pena Multatuli. Ia menjadi tokoh penting lainnya dalam memperjuangkan kebijakan Politik Etis.

Melalui novel legendarisnya, Max Havelaar, Douwes Dekker menggambarkan penderitaan rakyat bumiputera di bawah tekanan pemerintah kolonial dan penguasa lokal.

Buku ini diterbitkan pada 1860 dan dianggap sebagai salah satu karya paling berpengaruh dalam sejarah kolonial Belanda.

Douwes Dekker mengusulkan tiga langkah utama untuk memperbaiki kondisi masyarakat Hindia Belanda, yakni memberikan pendidikan layak, membangun infrastruktur untuk pertanian, dan memindahkan penduduk dari daerah padat ke wilayah yang lebih jarang penduduknya.

Pemikirannya ini kemudian menjadi bagian dari kebijakan Politik Etis, meskipun implementasinya sering kali menyimpang dari semangat awal.

Baca juga:

Program dan implementasi Politik Etis

yang dikenal sebagai , yaitu irigasi, edukasi, dan emigrasi.

Program irigasi bertujuan menyediakan saluran air untuk mengairi lahan pertanian rakyat pribumi. Pemerintah Hindia Belanda membangun waduk, kanal, dan jalur transportasi untuk mendukung sektor pertanian.

Akan tetapi, fasilitas ini rupanya lebih banyak dimanfaatkan untuk perkebunan milik pengusaha swasta dibandingkan untuk kebutuhan rakyat lokal.

Program edukasi difokuskan pada perluasan akses pendidikan bagi masyarakat pribumi. Pemerintah mendirikan sekolah-sekolah dasar dengan masa belajar tiga hingga lima tahun.

Sayangnya, pendidikan ini hanya terbatas untuk anak laki-laki, sedangkan perempuan umumnya tidak mendapat akses yang sama. Sekolah berkualitas juga hanya bisa diakses oleh kalangan bangsawan kaya.

Meski demikian, program ini berhasil mencetak generasi bumiputera yang lebih terdidik dan mulai memperjuangkan hak-hak mereka.

Program emigrasi bertujuan memindahkan penduduk dari Pulau Jawa yang padat ke wilayah luar Jawa, seperti Sumatera.

Pemukiman baru dibangun untuk mendukung program ini. Namun, perpindahan ini sering kali lebih bertujuan memenuhi kebutuhan tenaga kerja di perkebunan dan tambang milik kolonial.

Akibatnya, manfaat program emigrasi bagi masyarakat pribumi masih tetap terbatas.

Refrensi:

  • Notosusanto, Nugroho dan Marwati Djoened Poesponegoro. 2019. Sejarah Nasional Indonesia V Zaman Kebangkitan Nasional dan Masa Akhir Hindia Belanda (1900-1942). Jakarta: Balai Pustaka.
  • Oktavianuri, D. 2018. Politik Etis dan Pergerakan Nasional. Pontianak: Derwati Press.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita EDA WEB WhatsApp Channel : . Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber : Kompas