
EDA WEB – Pernahkah Anda merasa daging kurban memiliki rasa atau tekstur yang berbeda dibanding daging sapi yang biasa dibeli di pasar atau supermarket? Ternyata, hal ini bukan sekadar sugesti saja, melainkan ada penjelasan ilmiahnya.
Menurut dokter hewan dari Jui Vet Service, Nadira Syahmifariza, perbedaan rasa dan kualitas daging kurban bisa dipengaruhi oleh proses fisiologis yang terjadi pada tubuh hewan sebelum dan sesaat setelah disembelih.
Baca juga:
Perubahan pH pada daging
Dokter hewan Nadira menjelaskan bahwa saat hewan masih hidup, jaringan ototnya memiliki tingkat keasaman (pH) sekitar 7. Setelah disembelih, aliran darah ke otot terhenti dan oksigen tak lagi tersuplai. Pada tahap ini, tubuh hewan akan mengalami proses glikolisis, yaitu perubahan glikogen menjadi asam laktat.
“Secara normal, pH otot yang tadinya 7 akan turun perlahan menjadi 5,4 sampai 5,7 dalam waktu 18 sampai 24 jam. Ini disebut sebagai pH ultimate,” ujarnya melalui akun TikTok @doknut, dikutip EDA WEB dengan izin, Minggu (8/6/2025).
Setelah mencapai pH ultimate, tingkat keasaman daging pun akan kembali naik menuju angka 6,5, yakni titik awal fase terjadinya pembusukan. Namun, proses alami ini bisa terganggu jika hewan mengalami stres sebelum pemotongan.
Baca juga:
Pengaruh stres terhadap kualitas daging
Ada dua jenis stres yang bisa dialami hewan sebelum disembelih: long-term stress (stres berkepanjangan) dan short-term stress (stres akut).
1. Long-term stress
Jenis stres ini biasanya dialami hewan yang menempuh perjalanan jauh, kelelahan, atau ditempatkan di kandang yang kurang nyaman, misalnya terlalu panas atau dingin. Dalam kondisi seperti ini, tubuh hewan akan lebih dulu menggunakan cadangan glikogen sebelum proses penyembelihan terjadi.
“Akibatnya, saat disembelih, cadangan glikogen sudah menipis. Jadi asam laktat yang dihasilkan sedikit, dan pH ultimate-nya masih di atas 6,” jelas drh. Nadira.
Daging dengan pH tinggi cenderung memiliki karakteristik dark, firm, and dry (DFD), alias lebih gelap, padat, dan kering. Karena pH-nya cepat mencapai angka 6,5, proses pembusukan pun bisa terjadi lebih cepat.
Baca juga:
2. Short-term stress
Stres akut biasanya terjadi dalam hitungan menit atau jam sebelum disembelih, misalnya karena penanganan yang kasar atau hewan melihat temannya disembelih.
“Kalau short-term stress, glikogen tetap ada, tapi otot hewan jadi panas. Jadi saat dipotong, pH turun sangat cepat ke bawah 6 dalam waktu 45 menit sampai 1 jam,” kata drh. Nadira.
Penurunan pH yang terlalu cepat di suhu tinggi bisa menyebabkan protein daging terdenaturasi. Hasilnya? Daging jadi pale, soft, and exudative (PSE), pucat, lembek, dan berair. Kondisi ini mempercepat pertumbuhan bakteri dan membuat daging lebih cepat rusak.
Baca juga:
Pentingnya pemotongan sesuai standar
Dokter hewan Syahmi mengatakan, idealnya proses penyembelihan dilakukan di Rumah Potong Hewan (RPH) yang sudah memiliki prosedur baku dan minim risiko stres bagi hewan.
“Kalau di RPH, dari cara merobuhkan, memingsankan, sampai memotong itu dilakukan dalam waktu kurang dari satu menit, dengan alat yang sesuai dan minim stres,” jelasnya.
Sayangnya, tidak semua daerah memiliki fasilitas RPH. Maka dari itu, saat Idul Adha, penyembelihan di luar RPH diperbolehkan, meski kontrol atas standar kesejahteraan hewan jadi lebih sulit dilakukan.
Untuk menyiasati hal ini, drh. Nadira menyarankan agar masyarakat bisa bekerja sama dengan dokter hewan atau mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan (FKH).
Baca juga:
Pemeriksaan sebelum dan sesudah penyembelihan bisa memastikan hewan dalam kondisi sehat dan tidak mengalami stres berlebihan.
Jika belum sempat diterapkan tahun ini, tak ada salahnya mulai direncanakan untuk Idul Adha tahun depan, bukan?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita EDA WEB WhatsApp Channel : . Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.
Sumber : Kompas