Tekanan Darah Melonjak Drastis? Kenali Tanda dan Risiko Krisis Hipertensi

  
Tekanan Darah Melonjak Drastis? Kenali Tanda dan Risiko Krisis Hipertensi

EDA WEB – yang tiba-tiba melonjak sangat tinggi bisa menjadi tanda , kondisi darurat medis yang perlu penanganan segera.

Menurut Health Management Specialist Corporate HR EDA WEB Gramedia, dr. Santi, krisis hipertensi terjadi saat mencapai 180/120 mmHg atau lebih.

“Tekanan darah tiba-tiba meningkat secara drastis sampai 180/120 mmHg atau lebih,” ujar dr. Santi kepada EDA WEB, Sabtu (17/5/2025).

Baca juga:

Apa itu krisis hipertensi?

merupakan kondisi di mana tekanan darah melonjak secara mendadak dan signifikan, yang dapat menyebabkan komplikasi serius jika tidak ditangani dengan cepat dan tepat.

Santi menjelaskan bahwa krisis hipertensi terbagi menjadi dua jenis, yaitu:

  • Hipertensi urgensi

Ini adalah jenis krisis hipertensi tanpa kerusakan organ.

Baca juga:

Gejala yang mungkin muncul, meliputi sakit kepala hebat, sesak napas, mual, muntah, rasa cemas, hingga mimisan.

Jenis ini perlu penyesuaian pengobatan, tetapi penanganan rumah sakit tidak harus sangat mendesak.

  • Hipertensi emergensi

Hipertensi emergensi adalah krisis hipertensi yang sudah menimbulkan kerusakan pada organ vital, seperti otak, jantung, ginjal, atau mata.

Kerusakan ini dapat menyebabkan stroke, gagal jantung, gagal ginjal, edema paru, atau kebutaan.

Jika terjadi krisis hipertensi jenis ini, diperlukan penanganan segera yang dilakukan di rumah sakit dengan tindakan yang agresif.

Baca juga:

Risiko komplikasi akibat krisis hipertensi

Krisis hipertensi dapat meningkatkan risiko seseorang terkena stroke, khususnya stroke perdarahan, yaitu pecahnya pembuluh darah di otak akibat tekanan yang sangat tinggi.

Santi mengatakan tekanan yang sangat tinggi dapat menyebabkan pembuluh darah menjadi pecah.

“Jika pembuluh darah yang pecah ini terletak di otak, maka bagian otak yang diurus oleh pembuluh darah tersebut menjadi tidak mendapat pasokan darah. Darah yang keluar juga akan menekan jaringan otak, sehingga memperparah kerusakan,” jelas dr. Santi.

Selain stroke, pecahnya pembuluh darah akibat krisis hipertensi juga bisa menyebabkan serangan jantung, gagal jantung, gagal ginjal akut, hingga gangguan penglihatan yang berpotensi menyebabkan kebutaan.

Baca juga:

Penyebab dan faktor risiko krisis hipertensi

Menurut Santi, krisis hipertensi paling sering dialami oleh orang yang sudah menderita hipertensi, tetapi tidak mengontrol tekanan darahnya dengan baik.

Banyak pasien yang tidak rutin minum obat sesuai anjuran dokter atau tidak sadar bahwa dirinya mengalami hipertensi karena penyakit ini sering tanpa gejala.

Selain itu, beberapa faktor lain juga dapat memicu krisis hipertensi, antara lain:

  • Penggunaan narkoba stimulan, seperti kokain dan methamphetamine
  • Kondisi medis tertentu, seperti penyakit ginjal, gagal jantung, stroke, serta kehamilan dengan preeklampsia atau eklampsia
  • Stres berat atau kecemasan ekstrem
  • Konsumsi obat-obatan yang dapat meningkatkan tekanan darah, seperti dekongestan, beberapa pereda nyeri, dan kortikosteroid
  • Gangguan hormon, misalnya tumor adrenal atau sindrom Cushing

Usia di atas 40 tahun, pola makan tinggi sodium (garam, penyedap rasa, makanan olahan), konsumsi alkohol berlebihan, merokok, serta penyakit kronis seperti diabetes juga meningkatkan risiko krisis hipertensi.

Baca juga:

yang perlu diwaspadai

Selanjutnya, Santi mengatakan bahwa krisis hipertensi tidak selalu disertai gejala.

Namun, ia mengatakan, bila muncul tanda-tanda berikut, segera periksakan ke dokter atau rumah sakit:

  • Sakit kepala hebat
  • Penglihatan kabur
  • Nyeri dada
  • Kebingungan
  • Kejang
  • Mual dan muntah
  • Sesak napas
  • Penurunan kesadaran hingga pingsan

Baca juga:

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita EDA WEB WhatsApp Channel : . Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber : Kompas