
EDA WEB – Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Febrie Adriansyah, mengungkap momen mengejutkan saat tim penyidik melakukan penggeledahan di rumah mantan pejabat (MA), .
Dalam penggeledahan itu, penyidik menemukan tumpukan uang tunai senilai hampir Rp 1 triliun.
“Anak buah kami mau pingsan menemukan uang sebanyak itu tergeletak di lantai saat itu,” ujar Febrie dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (20/5/2025).
Baca juga:
Prosedur Ketat Pengamanan Barang Bukti
Febrie memastikan tim penyidik tetap bekerja secara profesional dan mengikuti prosedur hukum dalam menangani penemuan uang dalam jumlah fantastis tersebut.
Setiap pengambilan uang dilakukan di bawah pengawasan pihak keluarga, ketua RT, dan hanya boleh dihitung oleh pihak bank.
“Satu ikat uang itu wajib disaksikan oleh keluarganya, ketua RT, dan tidak boleh dihitung kecuali oleh orang bank. Ini supaya clear and clean ketika barang tersebut bisa dibawa,” jelasnya.
Baca juga:
Bukti Awal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)
Uang tunai senilai sekitar Rp 920 miliar itu, menurut Febrie, menjadi bukti awal penting dalam pengusutan perkara suap dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang tengah didalami Kejaksaan.
Zarof Ricar diketahui sedang diadili atas dugaan suap dan gratifikasi dalam pengurusan perkara di Mahkamah Agung, khususnya pada rentang waktu 2023 hingga 2024.
Namun, Febrie menegaskan dugaan TPPU terhadap Zarof justru terjadi sejak lama.
“Jadi bukan tahun 2023 sampai tahun 2024, bukan, Pak. Kalau saya bacakan di sini, TPPU-nya selama dia menjabat sebagai ASN, yaitu 2012 sampai 2022,” ungkapnya.
Baca juga:
Delapan Rumah Mewah dan Tujuh Bidang Tanah Disita
Penyidik juga telah menyita delapan unit rumah mewah dan tujuh bidang tanah yang diduga milik Zarof. Hampir seluruh aset tersebut diperoleh saat ia masih aktif sebagai aparatur sipil negara (ASN).
Tantangan terbesar penyidik saat ini, lanjut Febrie, adalah membuktikan asal-usul uang tersebut, termasuk apakah uang itu berasal dari praktik suap atau titipan pihak lain di lingkungan MA.
“Tantangan kami adalah membuktikan sebanyak ini dari siapa saja, kemudian ke siapa, dan apakah uang ini digunakan untuk suap atau titipan dari hakim atau penegak hukum lain. Ini masih dalam proses,” jelasnya.
Febrie berharap Zarof bersikap kooperatif dan mau membuka informasi seluas-luasnya untuk mengungkap aliran dana dan aktor lain yang terlibat.
Baca juga:
“Zarof sekarang sedang kita kejar TPPU-nya. Kita berharap dia mau bercerita banyak, termasuk di persidangan,” katanya.
Dalam kesempatan itu, Febrie juga meminta dukungan dari Komisi III DPR RI untuk mengawal proses hukum kasus ini.
“Percayalah, Pak, bahwa kita berupaya keras untuk melakukan pembuktian tersebut. Saya senang betul kalau dikontrol Komisi III secara terbuka. Terus terang kami butuh dukungan Komisi III,” pungkasnya.
Baca juga:
Pengakuan di Sidang: Uang Rp 200 Miliar “Asal Sebut”
Sementara itu, dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Senin (19/5/2025), Zarof Ricar mengaku asal sebut saat menyatakan dirinya hampir menerima fee Rp 200 miliar dari mengurus perkara di MA.
Jaksa sempat mengulik asal-usul uang tunai Rp 920 miliar dan 51 kilogram emas yang disita dari brankas di rumah Zarof.
Ia mengklaim sebagian uang valuta asing seperti dolar Hong Kong digunakan untuk jalan-jalan.
“Yang terkait perkara ya itu yang sudah dibuktikan itu,” jawab Zarof saat dicecar soal kaitan uang dengan kasus hukum yang ditanganinya.
Baca juga:
Klaim Dapat Rp 100 Miliar dari Menjadi Broker Tambang
Dalam sidang yang sama, Zarof mengaku memperoleh uang hingga Rp 100 miliar dari menjadi broker jual beli tambang nikel dan emas.
Ia menyebut sempat menjadi perantara antara pemilik lahan dan pengusaha tambang sejak tahun 2016, saat menjabat Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan serta Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan MA.
“Saya beberapa kali menjadi seperti apa yang disebut apa itu perantara untuk jual beli kayak tambang,” katanya.
Baca juga:
Namun, keterangannya di persidangan berbeda dari berita acara pemeriksaan (BAP) penyidik. Jaksa pun heran karena Zarof mendadak bisa mengingat nominal transaksi besar tersebut.
“Ini saudara bisa ingat sampai 10 juta dollar dari mana sekarang?” tanya jaksa.
“Ya saya lihat ya karena jadinya nilainya tidak sampai yang disita dengan nilai Rp 920 miliar, itu mungkin waktu saya menerimanya kalau dinilai mungkin sekitar Rp 400-an (miliar),” jawabnya.
Baca juga:
Meski mengaku menyimpan uang tersebut tanpa digunakan, Zarof mengakui tidak memiliki dokumen transaksi dan menyadari bahwa dirinya sebagai pejabat negara tidak boleh menerima pemberian apa pun.
“Tidak saya gunakan apa-apa, saya simpan saja di brankas,” ujarnya.
Dalam kasus ini, Zarof Ricar didakwa melakukan percobaan suap terhadap hakim agung yang menangani perkara kasasi Ronald Tannur. Ia juga didakwa menerima gratifikasi dalam bentuk uang tunai sebesar Rp 915 miliar dan emas seberat 51 kilogram.
SUMBER: EDA WEB (Penulis: Syakirun Ni’am, Tria Sutrisna | Editor: Dani Prabowo, Ardito Ramadhan, Jessi Carina)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita EDA WEB WhatsApp Channel : . Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.
Sumber : Kompas