
JAKARTA, EDA WEB – Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Indonesia (Gapki) Eddy Martono mengatakan, saat ini para pengusaha terus melakukan pengembangan pasar baru untuk mengantisipasi dampak situasi geopolitik global.
Antara lain untuk mitigasi dampak perang tarif Trump dan perang India-Pakistan yang berpeluang mengancam ekspor mentah atau crude palm oil () asal Indonesia.
“Yang harus dilakukan adalah terus melakukan pengembangan pasar baru non traditional. Sebenarnya kegiatan itu terus dilakukan bukan karena ada perang atau kebijakan resiprokal Trump (saja),” ujar Eddy saat dikonfirmasi EDA WEB, Senin (12/5/2025).
Seorang pekerja perkebunan kelapa sawit menunjukkan buah kelapa sawit di Meulaboh, Aceh, 28 Maret 2019. Indonesia adalah produsen utama minyak sawit, bahan baku berbagai produk, mulai dari minyak goreng, kosmetik, hingga biodiesel. (AFP via VOA INDONESIA)
Ia mencontohkan, pada akhir Mei ini, pihaknya akan ke Mesir bersama pemerintah untuk meningkatkan Indonesia ke Mesir.
Eddy mengungkapkan, ekspor CPO ke Mesir pada 2024 sebesar 840.000 ton.
Padahal seharusnya masih dapat ditingkatkan sampai diatas 1 juta ton
“Karena Mesir potensial untuk dijadikan hub (titik sentral),” tuturnya.
Eddy pun menjelaskan, saat ini dampak perang India-Pakistan terhadap ekspor CPO Indonesia ke kedua negara tersebut belum terasa.
Akan tetapi, Eddy mengakui jika nantinya perang terjadi berkepanjangan bisa berdampak kepada menurunnya daya ekspor CPO.
“Tergantung berapa lama perang tersebut, kalau hanya sebentar saja seharusnya tidak berpengaruh. Saat ini belum terasa dampaknya karena perang baru terjadi,” ungkapnya.
Eddy menjelaskan, ekspor minyak sawit Indonesia ke India sekitar 5 juta ton dan ke Pakistan sekitar 3 juta ton.
Petani sedang memanen TBS kelapa sawit. (ANTARA/ANTARA)
India sendiri merupakan pasar ekspor minyak sawit Indonesia terbesar kedua setelah China.
Sementara itu, Pakistan menjadi pasar ekspor minyak sawit Indonesia terbesar keempat setelah Uni Eropa.
“Kalau perang berkepanjangan dan ekspor kita menurun ke kedua negara tersebut maka stok akan naik bisa menekan harga,” tutur Eddy.
“Dan bukan hanya minyak sawit tetapi semua minyak nabati akan tertekan harganya,” ungkapnya.
Seperti diketahui, perang India dan Pakistan meletus setelah kedua negara saling melancarkan serangan artileri di sepanjang Garis Kontrol (LoC) yang memisahkan wilayah sengketa Kashmir.
Militer India, yang menyerang terlebih dahulu pada Rabu (7/5/2025) dini hari waktu setempat, mengeklaim telah melancarkan serangan artileri sebagai bagian dari “operasi presisi” atau Operasi Sindoor terhadap sembilan lokasi yang diduga menjadi markas kelompok bersenjata di wilayah Kashmir yang dikuasai Pakistan.
Di sisi lain, militer Pakistan mengklaim telah menembak jatuh lima jet tempur India.
Dalam perkembangannya, India dan Pakistan menyepakati gencatan senjata menyeluruh yang berlaku mulai Sabtu (10/5/2025), setelah tiga hari perang.
Akan tetapi, New Delhi menegaskan bahwa keputusan tersebut diambil berdasarkan ketentuan yang ditetapkan sendiri oleh Pemerintah India.
Sumber yang dikutip India Today menyebutkan, keputusan tersebut diambil setelah Kepala Penasihat Keamanan Nasional (NSA) Pakistan dan pejabat tinggi Inter-Services Intelligence (ISI) Asim Malik menghubungi NSA India, Ajit Doval, usai pelaksanaan Operasi Sindoor.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita EDA WEB WhatsApp Channel : . Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.
Sumber : Kompas