
EDA WEB – Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di Indonesia masih tergolong rendah. Rata-rata gaji pokok atau PTN Indonesia senilai 1,3 kali besaran upah minimum provinsi.
Besaran gaji pokok mereka itu setara dengan 143 kilogram beras. Kedua angka perbandingan itu jauh di bawah Malaysia, Vietnam, Thailand, dan Kamboja.
Berdasarkan laporan tim jurnalisme data nilai rata-rata gaji pokok dosen PTN di Indonesia lebih rendah dibandingkan lima negara lain di Asia Tenggara.
Jika dihitung berdasarkan harga beras, gaji pokok dosen di Indonesia hanya mampu digunakan untuk membeli sekitar 143 kilogram beras setiap bulannya.
Baca juga:
Jumlah ini jauh tertinggal dibandingkan dengan negara lain di kawasan Asia Tenggara, seperti Kamboja yang setara dengan 3.253 kg beras, Malaysia 2.075 kg, Singapura 1.767 kg, Vietnam 1.093 kg, Thailand 858 kg, Filipina 573 kg, dan Brunei Darussalam 517 kg.
Kesejahteraan dosen tak diutamakan pemerintah
Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Nabiyla Risfa, menilai dosen PTN di Indonesia belum mendapatkan gaji pokok yang layak, apalagi dengan kualifikasi minimal lulusan S2.
Ia menekankan bahwa gaji pokok seharusnya diperbarui setiap tahun dan idealnya berada di kisaran Rp 10 juta per bulan.
Lebih lanjut, Nabiyla menjelaskan bahwa kondisi ini cukup membebani dosen-dosen muda, khususnya yang belum menjabat sebagai asisten ahli atau belum memiliki jabatan fungsional.
Mereka hanya menerima sekitar 80 persen dari gaji pokok golongan IIIB, yang nilainya sekitar Rp 2,9 juta. Menanggapi temuan itu, Nabiyla menilai, artinya ada yang salah dengan kita. Ini menunjukkan bahwa kesejahteraan dosen tidak diutamakan pemerintah.
Baca juga:
Gaji dosen tak bisa penuhi kebutuhan pokok
Dengan pendapatan yang terbatas, para dosen tetap harus mencukupi kebutuhan dasar mereka. Kenaikan harga bahan pangan tahun lalu, misalnya, berdampak langsung pada kehidupan keluarga Ahmad (31), seorang dosen di perguruan tinggi negeri di Jawa Tengah.
Bahkan sebelum terjadi lonjakan harga pangan, gaji Ahmad sebesar Rp 4,2 juta per bulan sudah tidak mencukupi untuk menutup biaya hidup keluarganya yang mencapai hampir Rp 6 juta per bulan.
Saat harga beras naik, istri Ahmad terpaksa mengurangi belanja beras, yang tadinya tiga kemasan ukuran 5 kg menjadi dua kemasan. “Beli dua dulu yang kemasan 5 kiloan. Nanti kalau kurang baru tambah. Sisanya beli ngecer,” ujar Ahmad seperti dikutip EDA WEB.id, Kamis (8/5/2025).
Baca juga:
Penghasilan dosen masih kecil
Berdasarkan jabatan akademiknya, sebanyak 58 persen dosen PTN bergaji pokok di rentang Rp 3 juta-Rp 4 juta per bulan, 28 persen di rentang Rp 2 juta-Rp 3 juta per bulan, serta 14 persen di rentang Rp 4 juta-Rp 5 juta per bulan per 2024.
Nilai gaji pokok itu diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 5 Tahun 2024 tentang Perubahan Kesembilan Belas atas PP No 7/1977 tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Pada PP tersebut, dosen PTN menerima kenaikan gaji pokok bulanan sekitar Rp 150.000 per dua tahun sekali. Selain bergantung masa kerja, dosen PTN juga mendapatkan kenaikan gaji pokok jika naik golongan PNS. Meski demikian, menurut Arya (44), dosen PTN di Kepulauan Riau, kenaikan gaji pokok itu tidak sebanding dengan inflasi yang berbeda di tiap daerah.
Dosen masih harus bekerja di luar kampus
Dengan besaran gaji pokok seperti yang disebutkan sebelumnya, sekitar 76,5 persen dosen memilih mencari penghasilan tambahan di luar aktivitas kampus untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka.
Ahmad (31), seorang dosen PTN di Jawa Tengah, juga terus berupaya mencari pekerjaan sampingan untuk menambah pemasukan. Gaji utamanya sebagai dosen, sekitar Rp 4,2 juta per bulan, belum mampu menutup seluruh kebutuhan sehari-harinya. Berbagai pekerjaan sampingan pun telah ia coba jalani.
Para dosen rela menambah jam mengajar, menjadi panitia acara bahkan mengambil kerja tambahan demi menambah penghasilan.
“Umumnya dosen terkuras waktu untuk mengejar kerja sampingan karena gaji yang rendah, jadi dosen itu terlihat kaya karena memang bekerja sampingan di luar jam kerja,” kata Ketua Aliansi Kementerian Pendidikan Tinggi Sains Teknologi Seluruh Indonesia (Adaksi) Fatimah, saat dihubungi , Rabu (21/5/2025) sore.
Fatimah mencontohkan, gaji bersih dosen muda dengan kualifikasi lulusan S2 hanya Rp 3 juta. Sementara itu, mereka harus menanggung beban biaya untuk menghidupi keluarga.
“Mana mungkin bisa bertahan. Dosen yang banyak mengajar melebihi beban kerja karena hanya untuk mengejar tambahan uang berupa kelebihan beban ngajar. Umumnya pada PTN Badan Layanan Umum (BLU) dan Badan Hukum karena ada remunerasi dari kelebihan beban mengajar,” tambah Fatimah.
Baca juga:
Wakil Ketua Adaksi, Anggun Gunawan menambahkan, banyak dosen di PTN-PTN kecil harus mencari pekerjaan di luar kampus. Di PTN-PTN kecil, lanjut Anggun, jumlah mahasiswa relatif sedikit sehingga beban mengajarnya tak terlalu banyak.
“Tapi beban administratifnya yang buat jam kerja mereka juga melebihi normal. Karena gaji kecil, sementara kegiatan di kampus juga enggak banyak, mereka lebih banyak mencari pekerjaan lain di luar kampus,” ujar Anggun.
Ia mencontohkan, jika mengikuti kegiatan tambahan yang diselenggarakan di hotel selama tiga hari, para dosen bisa mendapatkan uang Rp 450.000. Jika dosen menjadi panitia, biasanya dapat Rp 300.000-Rp 500.000 ribu per hari dengan skema kerja hingga delapan jam per hari.
Jam kerja tak wajar dan kurang tidur
Laporan Tim Jurnalisme Data Harian EDA WEB juga menemukan, rata-rata jam kerja dosen PTN mencapai 69,64 jam dalam sepekan sepanjang 2024.
Angka ini diperoleh dari survei kualitatif yang diadakan pada 4-23 April 2025 dan melibatkan 36 responden dosen PTN di 23 provinsi.
Dari survei yang sama, terdapat 33 persen dosen PTN bekerja sebanyak 41-60 jam per minggu dan 28 persen dosen PTN di kelompok 61-80 jam per minggu. Ada pula 22 persen dosen PTN yang bekerja hingga 81-100 jam per minggu dan 11 persen bekerja di atas 100 jam per minggu.
Baca juga:
Melalui survei yang sama, juga menemukan, rata-rata waktu tidur dosen PTN sepanjang 2024 berkisar 5,7 jam per hari. Durasi ini lebih rendah dibandingkan dengan rekomendasi Kementerian Kesehatan yang menyebutkan, jam tidur orang dewasa sebaiknya 7-8 jam per hari.
Bahkan, hanya 14 persen responden dosen PTN yang tidurnya tergolong cukup, yakni minimal 7 jam per hari. Sebanyak 86 persen dosen PTN masuk dalam kategori kurang tidur.
Sepanjang 2024, Melissa (33), dosen PTN di Aceh, tidak pernah menggunakan jatah liburnya selama 12 hari karena kesibukan mengurus kampus. Ia terlibat dalam kewajiban administratif, seperti menjadi panitia akreditasi ataupun panitia acara kampus.
Akibat bekerja sebanyak 96 jam selama lima hari kerja, Melissa hanya bisa tidur 5 jam per hari. Saat akhir pekan, dia tak bisa menambah waktu tidurnya karena masih harus mengajar, meneliti, hingga pengabdian masyarakat yang menghabiskan 9 jam per hari.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita EDA WEB WhatsApp Channel : . Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.
Sumber : Kompas