Kapan Waktu Terbaik untuk Skrining Psikologis Sebelum Menikah? Ini Kata Psikolog

  
Kapan Waktu Terbaik untuk Skrining Psikologis Sebelum Menikah? Ini Kata Psikolog

EDA WEB – Menjelang pernikahan, satu hal yang tak kalah penting adalah mempersiapkan kondisi psikologis masing-masing agar konflik dalam rumah tangga dapat diminimalisasi sejak dini.

Salah satu cara yang saat ini mulai dilirik pasangan adalah mengikuti . Namun, kapan waktu yang tepat untuk mengikuti layanan ini?

Baca juga:

Kapan waktu yang tepat untuk skrining psikologis pranikah?

Bukan soal usia, tapi kesiapan

Psikolog Klinis sekaligus Co-Founder dari platform Pulih Bersama LARA, Maharani Galuh Safitri, S.Psi., M.Psi., Psikolog menuturan, tidak ada batasan usia tertentu yang menjadi patokan dalam mengikuti skrining psikologis pranikah.

“Sebenarnya kami tidak menentukan berapa usia atau rentang pasti sebelum menikah, tapi diutamakan dari kesiapan pasangan,” ujar Maharani saat diwawancarai EDA WEB, Kamis (31/7/2025).

Baca juga:

Ia menambahkan, hal terpenting adalah kesiapan pasangan. Kesiapan ini mencakup kemauan untuk menjalani proses refleksi, keterbukaan menerima hasil, serta komitmen untuk mendiskusikan temuan bersama pasangan.

Menurut Maharani, mayoritas pasangan yang menggunakan layanan skrining adalah mereka yang sudah memiliki rencana menikah dalam waktu dekat.

Meski begitu, kamu juga disarankan untuk melakukannya lebih awal karena pencegahannya bisa lebih optimal.

Baca juga:

“Kebanyakan pasangan yang ikut skrining psikologis itu memang yang sudah merencanakan pernikahan dalam waktu dekat,” jelasnya.

“Tapi kalau hubungannya di tahap serius meski belum berencana menikah dalam waktu dekat, itu lebih baik lagi,” tambah dia.

Artinya, skrining bisa menjadi alat bantu untuk mengenali potensi konflik bahkan sebelum tanggal pernikahan ditentukan.

Baca juga:

Langkah preventif sebelum konflik memuncak

Maharani mengatakan, skrining ini bukan untuk mencari masalah, melainkan sebagai langkah pencegahan yang bisa mengurangi potensi konflik besar di masa depan.

“ ini seperti langkah preventif pasangan untuk meminimalisir konflik yang memuncak, padahal bisa diselesaikan sebelum menikah,” katanya.

Dengan mengetahui pola komunikasi, nilai hidup, serta gaya keterikatan masing-masing, pasangan bisa lebih siap menghadapi dinamika pernikahan nanti.

Baca juga:

Harus sama-sama mau, tidak bisa dipaksakan

Meski manfaatnya besar, ia menekankan pentingnya kesediaan kedua pihak untuk menjalani proses ini bersama-sama.

Keduanya harus berkomitmen untuk menerima apa pun hasilnya dan bersedia untuk menjalani tahapan prosesnya.

“Terkadang memang dalam pasangan itu ceweknya sudah mau dan siap untuk skrining psikologis, tapi cowoknya belum mau. Jadi sulit juga kalau dipaksakan,” ujar dia.

Skrining psikologis hanya akan berdampak positif jika dilakukan secara sukarela dan didasari kesadaran bersama untuk membangun hubungan yang sehat.

Baca juga:

Apa yang didapat dari skrining psikologis pranikah?

Tak cuma menjawab kuesioner

Skrining psikologis bukan hanya sekadar menjawab kuesioner. Misalnya, di layanan dari Pulih Bersama LARA, pasangan akan mengisi formulir refleksi secara terpisah.

Isinya mencakup topik seperti gaya keterikatan (attachment style), pola komunikasi, regulasi emosi, nilai hidup, peran gender, dan ekspektasi terhadap pernikahan.

Baca juga:

Selain itu, skrining ini juga dapat mendeteksi luka masa lalu yang belum selesai, tapi masih memengaruhi hubungan saat ini.

“Pasangan juga bisa tes kepribadian untuk menyadari apakah ada luka masa lalu yang masih mempengaruhi hubungan,” tambahnya.

Setelah pengisian formulir, hasil refleksi akan dianalisis oleh psikolog dan diberikan dalam bentuk file PDF. File tersebut mencakup hasil analisis personal masing-masing individu, lengkap dengan arahan dan saran diskusi. Bagaimana, tertarik untuk mencoba?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita EDA WEB WhatsApp Channel : . Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber : Kompas