
JAKARTA, EDA WEB – Industri nasional tengah mengalami pergeseran besar seiring menguatnya tren elektrifikasi yang mulai menggeser dominasi mobil bermesin konvensional (Internal Combustion Engine/ICE).
Tekanan di tersebut tercermin dari turunnya angka penjualan, sebagaimana diolah dari data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo).
Di mana, total distribusi kendaraan dari pabrik ke diler (wholesales) pada Mei 2025 hanya mencapai 60.613 unit, turun 15,1 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Kondisi serupa terjadi pada penjualan ritel yang merosot dari 72.246 unit menjadi 61.339 unit.
Baca juga:
Secara kumulatif, sepanjang Januari-Mei 2025, total wholesales tercatat 316.981 unit atau turun 5,5 persen dibanding tahun sebelumnya. Penjualan ritel bahkan anjlok 9,2 persen menjadi 328.852 unit.
Sebaliknya, justru menunjukkan tren positif. Dalam lima bulan pertama 2025, total distribusi mencapai 53.650 unit.
Menariknya, untuk pertama kalinya, mobil listrik murni (battery electric vehicle/BEV) berhasil mengungguli hybrid dengan penjualan masing-masing 30.327 unit dan 22.819 unit.
Sebagai perbandingan, pada 2024 BEV terjual 43.188 unit, sementara HEV mencapai 59.903 unit.
Kini, pangsa pasar kendaraan listrik nasional telah mencapai 11 persen, naik signifikan dari posisi 5-8 persen di tahun sebelumnya.
Baca juga:
Kepada EDA WEB, dari ITB, Yannes Martinus Pasaribu, menyebut perubahan ini sebagai sinyal kuat terjadinya pergeseran selera dan ekspektasi konsumen.
“Pasar otomotif Indonesia sedang mengalami pergeseran signifikan. Kelas menengah selaku segmen terbesar pasar mobil masih tertekan daya belinya sementara generasi milenial dan Z yang mulai menjadi pasar utama, jauh lebih kritis dalam menilai suatu kendaraan,” katanya dihubungi belum lama ini.
Fenomena peralihan sejumlah mitra diler ke merek China, menurutnya, mencerminkan perubahan dinamika persaingan di segmen kendaraan terjangkau dan elektrifikasi.
“Ini bisa dibaca sebagai indikasi pergeseran paradigma pasar dan penurunan relevansi merek tradisional, terutama jika tidak segera berinovasi,” ucapnya.
Yannes melanjutkan, produsen otomotif konvensional, terutama yang berasal dari dan Korea, kini berada di persimpangan.
Baca juga:
Di satu sisi, mereka harus merespons cepat ekspansi agresif dari merek China tetapi sisi lain, mereka juga dibatasi oleh kondisi makroekonomi domestik.
“Produsen Jepang dan Korea di pasar Indonesia saat ini berada di persimpangan strategis. Di satu sisi, mereka menghadapi intensifikasi persaingan akibat ekspansi merek-merek China yang menawarkan harga kompetitif, kualitas terukur, dan portofolio elektrifikasi menarik,” jelas Yannes.
“Tapi di sisi lain, perlambatan pertumbuhan pasar domestik akibat inflasi tinggi, kenaikan PPN, dan akses kredit yang ketat juga telah membatasi ruang gerak investasi jangka panjang,” tambahnya.
Ia juga menilai bahwa strategi ekspansi global produsen China saat ini sangat terarah dan memanfaatkan kondisi oversupply di pasar domestik mereka.
“Ini bagian dari transformasi global, di mana produsen China memanfaatkan momentum ekspansi ke pasar terbesar ASEAN akibat tekanan hyper kompetisi di pasar dalam negeri mereka, dan mereka berekspansi dengan sangat agresif,” kata Yannes.
Baca juga:
Pada situasi ini produsen kendaraan bermotor yang lambat beradaptasi akan semakin terdesak menghadapi perubahan selera pasar, sekaligus tekanan dari produsen baru yang lebih efisien dan agresif.
“Maka pemerintah perlu mengambil langkah strategis untuk menjaga keberlangsungan investasi produsen lama demi menjaga pekerja yang bekerja di tempat itu, serta mencegah terulangnya skenario seperti hengkangnya beberapa pabrikan di Thailand akibat ketiadaan perlindungan,” tutup dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita EDA WEB WhatsApp Channel : . Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.
Sumber : Kompas