Dosen Universitas Pertamina Ungkap Risiko Jual Data Biometrik Retina Mata

  
Dosen Universitas Pertamina Ungkap Risiko Jual Data Biometrik Retina Mata

EDA WEB – Baru-baru ini muncul informasi adanya praktik pengumpulan melalui pemindaian retina menggunakan aplikasi Worldcoin dan World ID.

Iming-iming uang tunai mulai dari Rp 180.000 hingga Rp 800.000 menjadi daya tarik utama yang membuat banyak warga di Bekasi rela menyerahkan data biometrik.

Menurut laporan TechTarget, Worldcoin adalah aplikasi jaringan keuangan global berbasis mata uang kripto yang mengandalkan sistem World ID untuk verifikasi identitas.

Teknologi ini menggunakan perangkat khusus bernama Orb untuk memindai retina pengguna, menghasilkan kode unik yang disebut IrisCode.

Kode ini berfungsi sebagai identitas digital permanen yang memungkinkan pengguna mengakses token kripto seperti Bitcoin, Ethereum, dan USDC.

Namun, popularitas teknologi ini tidak lepas dari kontroversi. Di beberapa negara, seperti Spanyol, otoritas perlindungan data telah secara resmi menghentikan layanan Worldcoin untuk mencegah potensi kebocoran data biometrik.

Di Brasil, kasus kebocoran data biometrik bahkan melonjak drastis, dari 906 kasus pada 2023 menjadi lebih dari 4.000 kasus pada 2024 (CTIR GOV, 2024).

Risiko dan tantangan di Indonesia

Di Indonesia, rendahnya tingkat literasi digital masyarakat menjadi tantangan serius dalam upaya melindungi data pribadi.

Indeks Masyarakat Digital Indonesia (2024) menunjukkan bahwa tingkat kecakapan digital masyarakat Indonesia hanya berada pada skor 43,34 per 100, yang masuk dalam kategori sedang.

Kondisi ini memperbesar risiko penyalahgunaan data di era teknologi yang semakin kompleks. Dosen Literasi Media Program Studi Komunikasi menekankan pentingnya literasi digital untuk mengurangi risiko penyalahgunaan data pribadi.

Menurutnya, risiko terhadap privasi digital bisa menyebabkan data pribadi disalahgunakan untuk berbagai kejahatan.

Ita Musfirowati Hanika menerangkan, dengan memahami literasi media, kemampuan untuk memahami, menggunakan, dan memanfaatkan teknologi secara efektif dan bertanggung jawab, dapat melindungi diri dari ancaman tersebut.

“Literasi juga membantu kita mengenali potensi bahaya dan menghindari kejahatan siber, sehingga keamanan pribadi dapat lebih terjaga,” terang Ita Musfirowati Hanika dikutip dari rilis resminya, Sabtu (10/5/2025).

Edukasi sebagai solusi

Ita menambahkan, bahwa banyak orang masih menganggap data pribadi hanya sebatas informasi di kartu identitas atau akun media sosial.

Padahal, data biometrik, seperti sidik jari, pola iris mata, dan bentuk wajah juga merupakan data pribadi yang melekat langsung pada tubuh seseorang.

Ita Musfirowati Hanika menekankan, selama ini banyak yang tidak sadar bahwa data pribadi itu tidak hanya soal nomor KTP atau alamat rumah, tapi juga ada di tubuh sendiri.

“Ketika data biometrik seperti pola iris atau sidik jari bocor, konsekuensinya bisa sangat serius, karena berbeda dengan kata sandi yang bisa diganti, data biometrik itu permanen,” ungkap dia.

Ita menambahkan, bahwa peningkatan pemahaman digital melalui program edukasi, pelatihan, hingga kampanye dapat membantu masyarakat lebih berhati-hati dalam membagikan data diri pribadinya.

“Literasi digital bukan hanya tentang kemampuan menggunakan teknologi, tetapi juga memahami risiko dan dampaknya. Masyarakat perlu lebih kritis sebelum memberikan data pribadi, terutama data biometrik, kepada pihak ketiga,” pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita EDA WEB WhatsApp Channel : . Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber : Kompas