
EDA WEB – Pakar klimatologi IPB University Prof. Rizaldi Boer menyoroti bahwa pendanaan berbasis kontribusi atau (RBP) yang dilakukan Indonesia saat ini dapat menjadi model global untuk pembangunan hijau berbasis hasil.
“Dengan adanya upaya untuk mengoptimalkan dana RBP ini saya berkeyakinan FOLU Net Sink 2030 bukan hal yang tidak bisa kita capai tapi justru bisa juga menjadi model global dalam rangka mendukung pembangunan hijau berbasis hasil,” jelas Rizaldi dalam diskusi daring yang diselenggarakan Kementerian Kehutanan (Kemenhut) yang diikuti dari Jakarta, Rabu (11/6/2025) seperti dikutip Antara.
Dia menjelaskan bahwa kontribusi pendanaan yang dikelola oleh Badan Pengelolaan Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) sudah mencapai 499,8 juta dolar AS (sekitar Rp8,114 triliun) dari beragam sumber termasuk pendanaan dari Norwegia.
Pendanaan itu didapat dari Green Climate Fund setelah berhasil menekan 20,25 juta ton karbon dioksida ekuivalen (CO2e) pada 2014-2016, BioCarbon Fund di Jambi untuk pengurangan 14 juta ton CO2e pada 2020-2025, FCPF Carbon Fund di Kalimantan Timur untuk pengurangan 22 juta ton CO2e pada 2019-2024, serta mekanisme Result Based Cotribution (RBC) dengan Norwegia untuk pengurangan 20,2 juta ton CO2e pada 2016-2019.
Baca juga:
“Memang RBP ini memiliki peran strategis dalam mendukung FOLU Net Sink karena adanya RBP ini merupakan salah satu insentif finansial yang bisa dimanfaatkan semua pihak,” kata Kepala Lembaga Riset Internasional Lingkungan dan IPB University itu.
Pendanaan itu dibutuhkan terutama untuk mencapai mengurangi emisi gas rumah kaca dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya (forestry and other land use/FOLU). Indonesia memiliki target untuk mencapai kondisi penyerapan lebih besar dibandingkan emisi gas rumah kaca (GRK) di sektor FOLU pada 2030, atau dikenal dengan FOLU Net Sink 2030.
Rizaldi menyebutkan bahwa pendanaan itu sendiri dibutuhkan untuk restorasi ekosistem yang sudah terdegradasi untuk mencapai peningkatan cadangan karbon.
Pendanaan itu juga dibutuhkan untuk penguatan tata kelola, pengukuran, pelaporan dan verifikasi, pemberdayaan masyarakat serta memastikan pembangunan ekonomi hijau.
“Peran dari RBP ini sangat penting atau bisa dilihat sebagai katalis kebijakan karena bisa memastikan bahwa setiap insentif yang diberikan harus jalan dengan aksi nyata pengurangan emisi,” jelasnya.
Baca juga:
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik .
Sumber : Kompas