
JAKARTA, EDA WEB – Pemerintah Indonesia dan menggelar pertemuan bilateral untuk membahas Regulasi Deforestasi Uni Eropa atau European Union Deforestation Regulation () di Brussel, Belgia.
Dalam pertemuan ini, kedua negara menyampaikan pandangan serta memperjelas posisi masing-masing terkait implementasi maupun dampak EUDR.
Untuk diketahui, EUDR merupakan kebijakan Uni Eropa yang disahkan pada 2023. Kebijakan itu bertujuan mencegah komoditas seperti , kopi, kakao, dan daging sapi yang menyebabkan deforestasi masuk ke pasar Eropa.
“Pemerintah Indonesia menyampaikan pandangan resminya bahwa EUDR ditetapkan secara sepihak tanpa konsultasi terlebih dahulu dengan negara-negara produsen, serta implikasinya yang bersifat ekstrateritorial,” kata Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerjasama Luar Negeri, Kementerian Kehutanan, Krisdianto, dalam keterangannya, Rabu (11/6/2025).
Baca juga:
Pemerintah berpandangan, kebijakan EUDR berpotensi merugikan lebih dari 8 juta petani kecil di Indonesia. Selain itu, mengganggu rantai pasok, dan menciptakan hambatan dalam perdagangan global.
Krisdianto menyebutkan bahwa pemerintah Indonesia juga menyuarakan keprihatinannya terhadap kurangnya transparansi ataupun ketelitian ilmiah dalam proses penilaian risiko negara.
“Khususnya karena mengacu pada data global yang usang seperti Forest Resources Assessment dari FAO,” ucap dia.
Pemerintah lantas mengusulkan sistem pemantauan hutan nasional melalui Sistem Monitoring Hutan Nasional (Simontana) yang resmi dirilis sejak 2000 lalu. Simontana dinilai berkontribusi secara signifikan dalam penurunan angka deforestasi dalam dua dekade terakhir.
Baca juga:
Perwakilan Indonesia turut meminta klarifikasi mengenai dasar hukum dan metodologi klasifikasi risiko, pengakuan terhadap sistem legalitas nasional, potensi ketidaksesuaian dengan aturan World Trade Organization (WTO), serta beban administratif terhadap petani mengenai kewajiban geolokasi maupun pelacakan digital.
Menanggapi hal tersebut, pihak Uni Eropa berjanji menjawab pertanyaan yang diajukan dalam waktu dekat.
Menurut Krisdianto, pemerintah menyambut baik berbagai bentuk kerja sama teknis yang sudah berjalan. Kendati begitu, tetap menekankan perlunya peningkatan dukungan yang lebih substansial.
“Indonesia berharap kerja sama ke depan dapat disusun secara kolaboratif, responsif terhadap kebutuhan nasional, dan sepadan dengan tantangan nyata di lapangan,” tutur dia.
Baca juga:
Sebagai tindak lanjut, kedua pihak sepakat untuk melanjutkan pertemuan teknis tematik mencakup pemetaan hutan nasional antara Simontana dengan EU Forest Observatory (EUFO) serta integrasi dan kompatibilitas sistem informasi.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik .
Sumber : Kompas