
EDA WEB – bangunan bersejarah di Semarang. Nama Lawang Sewu berasal dari kebiasaan masyarakat lokal yang memandang bangunan ini seolah punya banyak pintu.
terjadi di masa kolonial Hindia Belanda. Hal ini terkait dengan kebutuhan Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij (NISM), sebuah perusahaan kereta api swasta.
Sejak mulai membangun pada 1864, NISM terus mengembangkan pembangunan rel kereta seiring dengan meningkatnya permintaan akan sarana transportasi, baik untuk penduduk maupun barang.
Baca juga:
Pembangunan Lawang Sewu
Guna memenuhi kebutuhan operasional, NISM lantas memutuskan untuk membangun kantor baru. Sebagai perusahaan transportasi terbesar di Hindia Belanda, NISM juga hendak membangun kantor yang lebih besar.
Semarang menjadi lokasi yang dipilih untuk pembangunan kantor baru. Pembangunan yang teranyar itu berada di kawasan yang cukup berkembang di Semarang, tepatnya di Bodjongstraat (Jalan Pemuda).
Baca juga:
adalah Ir. P. de Rieu, orang yang ditunjuk NISM. Ia merancang gedung percetakan, rumah penjaga, dan gedung utama kantor NISM. Desain bangunan cenderung mengadaptasi gaya arsitektur Eropa di masa itu.
Ketika Ir. P. de Rieu meninggal dunia pada 1903, pembangunan kantor NISM di Semarang ini lantas dilanjutkan oleh Prof. J. Klinkhamer dan B. J. Oundag. Gedung Lawang Sewu mulai dibangun pada 1904.
Pembangunan kantor NISM selesai pada 1907. Sejak saat itu, digunakan untuk kantor administrasi NISM.
Baca juga:
Lawang Sewu di zaman Jepang dan Kemerdekaan
Saat Jepang menduduki Indonesia pada 1942, fungsi Lawang Sewu pun berubah. Pemerintah pendudukan Jepang menggunakan Lawang Sewu sebagai kantor Riyuku Sokyoku, badan yang mengelola perkeretaapian dan transportasi Jepang.
Jepang punya kepentingan untuk memegang kontrol atas aset-aset penting di Semarang, serta mengawasi jalur transportasi. Hal ini menjadikan Lawang Sewu sebagai bangunan penting bagi pemerintahan pendudukan Jepang.
Usai Jepang menyerah pada 1945, para pejuang Indonesia di Badan Keamanan Rakyat (BKR) merebut gedung Lawang Sewu, sehingga menimbulkan ketegangan dengan tentara Jepang yang masih tersisa.
Baca juga:
Ketika Lawang Sewu sudah diambil alih Indonesia, bangunan itu lantas difungsikan sebagai Kantor Eksploitasi Tengah DKARI (Djawatan Kereta Api Republik Indonesia).
Kendati begitu, Belanda sempat menduduki kantor ini saat kembali ke Indonesia pada 1946. Lawang Sewu akhirnya difungsikan sebagai markas tentara Belanda.
Walaupun demikian, saat Indonesia meraih kedaulatan penuh pada 1949, pemerintah Indonesia kembali mengaktifkan fungsi Lawang Sewu. Semula menjadi kantor Kodam IV Diponegoro hingga tahun 1994, kemudian diserahkan ke PT Kereta Api Indonesia.
Baca juga:
Pada 2011, Lawang Sewu ditetapkan sebagai Cagar Budaya. Pemugaran Lawang Sewu terus dilakukan hingga menjadikan bangunan ini sebagai museum.
Nama Lawang Sewu pun melekat pada bangunan ini, meski jumlah pintu bangunan tersebut tak mencapai seribu.
Refrensi:
- Anis Safitria dan Putri Agus Wijayati, (2024), “Dinamika Lawang Sewu: Ketika Menjadi Museum Kereta Api Tahun 2011-2023”, Journal of Indonesian History, Vol 12(2), 65-79.
- Tessa Eka Darmayanti dan Miky Endro Santoso, (2023), “Kajian Ruang Interaksi Sosial: Bangunan Lawang Sewu, Semarang, Jawa Tengah”, Waca Cipta Ruang: Jurnal Ilmiah Desain Interior, Vol. 9(2), 122-127.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita EDA WEB WhatsApp Channel : . Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.
Sumber : Kompas