Ikut Skrining Psikologis Pranikah? Siapkan Dulu 6 Hal Ini Menurut Psikolog

  
Ikut Skrining Psikologis Pranikah? Siapkan Dulu 6 Hal Ini Menurut Psikolog

EDA WEB – Skrining psikologis pranikah mulai banyak dilirik pasangan muda yang ingin memasuki pernikahan dengan kesiapan mental dan emosional.

Namun, untuk menjalani proses ini, pasangan perlu mempersiapkan diri secara utuh, bukan hanya mengisi formulir.

    Menurut psikolog klinis, Maharani Galuh Safitri, S.Psi., M.Psi., Psikolog, yang juga co-founder dari platform Pulih Bersama LARA, persiapan sebelum mengikuti skrining psikologis pranikah justru sangat krusial.

    Berikut lima hal penting yang sebaiknya dipersiapkan pasangan sebelum mengikuti skrining psikologis pranikah

    Apa yang disiapkan sebelum skrining psikologis pranikah?

    1. Siap mental untuk menerima hasil

    Baca juga:

    Hasil skrining psikologis bukan selalu indah atau sesuai ekspektasi. Bisa jadi, pasangan justru menemukan sisi-sisi yang sebelumnya tidak disadari.

    Misalnya, perbedaan pola pikir, nilai hidup, dan kemungkinan luka masa lalu yang belum pulih.

    “Menurut aku, yang perlu disiapkan itu mental setiap individu di dalam hubungan karena setelah hasilnya keluar, keduanya harus siap mental untuk menerima baik dan buruknya pasangan,” ujar Maharani saat diwawancarai EDA WEB, Kamis (31/7/2025).

    Baca juga:

    Oleh karena itu, masing-masing individu perlu memiliki kesiapan mental yang cukup matang untuk menerima hasil refleksi ini tanpa defensif, tanpa menyalahkan, dan tanpa terburu-buru menarik kesimpulan.

    2. Bersedia diskusi terbuka

    Skrining psikologis bukanlah ajang menguji siapa yang “lebih benar”. Hasil yang muncul justru menjadi bahan untuk membuka diskusi bersama secara dewasa dan saling menghargai perbedaan.

    “Keduanya juga harus berkenan untuk mendiskusikan bersama mengenai jalan tengah dari konflik yang dihadapi dalam hubungan, harus dewasa,” ujar dia.

    Hal ini berarti pasangan perlu punya komitmen untuk mencari solusi dari potensi konflik, bukan lari dari kenyataan atau memaksakan pendapat sendiri.

      3. Komitmen menjawab jujur selama proses

      Salah satu faktor penentu akurasi skrining psikologis adalah kejujuran dalam menjawab.

      Dalam layanan, seperti , pasangan mengisi formulir refleksi secara terpisah.

      Baca juga:

      Oleh sebab itu, cukup penting untuk menjawab tanpa manipulasi atau menyembunyikan bagian dari diri sendiri.

      Tanpa kejujuran, hasil refleksi tidak akan mencerminkan kondisi sebenarnya dan malah berisiko menyesatkan dalam proses pembacaan dan diskusi bersama pasangan.

      4. Menyiapkan biaya layanan

      Baca juga:

      Skrining psikologis umumnya berbayar dan biayanya bervariasi tergantung layanan dan kedalaman analisis yang dipilih.

      “Di Before We Say Yes, misalnya, biayanya mulai dari Rp 150.000 hingga Rp 300.000 untuk layanan yang lebih lengkap mencakup tes kepribadian,” ucap Maharani.

      Beberapa layanan juga menyediakan opsi konsultasi lanjutan dengan psikolog setelah hasil keluar.

      Baca juga:

      Dengan demikian, penting untuk menyiapkan anggaran dan mendiskusikan pembagian biaya secara terbuka sejak awal.

      5. Kedua pihak harus berkenan mengikuti

      Kesediaan untuk menjalani proses ini secara sadar dan sukarela adalah kunci.

      Skrining psikologis hanya akan berdampak positif jika kedua belah pihak terbuka untuk belajar dan mengevaluasi hubungan, bukan karena tekanan dari satu pihak.

      Tanpa kemauan bersama, proses refleksi bisa kehilangan maknanya dan justru menciptakan ketegangan baru dalam hubungan.

        6. Bersedia menyelesaikan konflik berdasarkan saran ahli

        Dari hasil skrining psikologis pranikah, pasangan akan diberikan saran dari psikolog dalam mengatasi perbedaan atau konflik dalam hubungan.

        Perbedaan nilai-nilai dasar hidup memang bisa memicu konflik, tapi harapannya dengan saran dari ahli, langkah pasangan jadi lebih tepat dalam menyelesaikannya.

        Ia mengimbau, perbedaan tersebut jangan terlalu diperdebatkan hingga memicu konflik, melainkan jadi bahan refleksi ke depan untuk pasangan.

        “Kadang, kita berekspektasi pasangan punya pola pikir dan nilai hidup yang sama, tapi ketika dites, ternyata berbeda. Jangan sampai jadi konflik,” jelas Maharani.

        Baca juga:

        Skrining psikologis pranikah bukan hanya tentang mencari “kecocokan” pasangan, tapi menjadi proses reflektif yang membuka ruang diskusi, kejujuran, dan pertumbuhan bersama.

        Untuk itu, penting bagi pasangan untuk menyiapkan mental, komitmen jujur, serta kesiapan saat menerima hasil yang mungkin tak sesuai harapan.

        Dengan niat yang sehat dan keterbukaan, proses ini justru bisa jadi pondasi kuat membangun pernikahan yang lebih matang secara emosional dan psikologis.

        Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita EDA WEB WhatsApp Channel : . Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

        Sumber : Kompas