
EDA WEB — Polemik terkait kewajiban membayar royalti atas pemutaran musik di kafe dan restoran terus menjadi perhatian.
Pemerintah, melalui Istana Kepresidenan, menyatakan tengah mencari solusi terbaik yang mengakomodasi semua pihak.
Dilansir EDA WEB (05/08/2025), Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi mengatakan, pihaknya masih merumuskan jalan keluar terkait kewajiban royalti yang menjadi beban bagi pelaku usaha kuliner.
“Ya, kita sedang mencari jalan keluar ya, sebaik-baiknya,” kata Prasetyo di Kompleks Istana, Jakarta, Selasa (5/8/2025).
Baca juga:
Hak Cipta vs Kepentingan Umum
Prasetyo menyebut persoalan ini memiliki dua sisi yang sama penting. Di satu sisi, hak para pencipta lagu harus dilindungi.
Namun di sisi lain, ada pandangan bahwa ruang publik seperti kafe dan rumah makan tidak seharusnya dikenai kewajiban membayar royalti.
“Memang ada hak yang diperjuangkan oleh saudara-saudara kita pencipta lagu, tapi juga ada sebagian yang merasa bahwa kalau itu (kafe atau rumah makan) domain publik,” ucapnya.
Politikus Partai Gerindra ini menambahkan bahwa diskusi lintas sektor terus dilakukan guna merumuskan keputusan yang adil. “Kita sedang cari jalan keluar terbaiknya,” kata Prasetyo.
Kewajiban pembayaran royalti musik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Hak Cipta menimbulkan kebingungan di kalangan pengusaha.
Baca juga:
LMKN: Bayar Royalti Tidak Akan Membuat Usaha Bangkrut
Ketua Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), Dharma Oratmangun, menegaskan bahwa pelaku usaha tidak perlu khawatir soal kewajiban membayar royalti.
“Iya, intinya itu. Kenapa sih takut bayar royalti? Bayar royalti tidak akan membuat usaha bangkrut,” ujar Dharma saat ditemui di Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat.
Dharma juga menekankan bahwa tarif royalti di Indonesia masih tergolong sangat rendah jika dibandingkan dengan negara lain.
“Tarif royalti kita paling rendah di dunia. Jadi, bayar royalti itu artinya patuh hukum. Kalau mau berkelit, nanti kena hukum. Itu saja jawabannya,” tegasnya.
Baca juga:
Tarif Rendah dan Pertimbangan UMKM
Lebih lanjut, Dharma menyebut LMKN telah mempertimbangkan kondisi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Ia juga menjelaskan bahwa perhitungan tarif tidak dilakukan berdasarkan satu tahun penuh.
“Jangan pakai ilmu berkelit untuk menghindari bayar royalti. Pakai musik sebanyak-banyaknya, tarif kita paling rendah. Kami pun mempertimbangkan UMKM, dan tidak menghitung tarif berdasarkan 365 hari penuh karena kami paham ada bulan puasa,” ujar Dharma.
Sebagian artikel ini telah tayang di EDA WEB dengan judul dan .
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita EDA WEB WhatsApp Channel : . Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.
Sumber : Kompas