Pemerintah, Ini Solusi Rumah Subsidi dari Para Pakar

  
Pemerintah

EDA WEB – Masyarakat Berpenghasilan rendah (MBR), terutama kategori Generasi Z (kelahiran 1997-2012) menghadapi tantangan besar dalam memiliki rumah di tengah harga properti yang melonjak dan pendapatan yang terbatas.

Kebijakan dengan ukuran semakin kecil, seperti rencana (PKP) untuk menetapkan luas minimal 18 meter persegi, menuai kritik karena dianggap kurang layak.

Baca juga:

Mereka membutuhkan solusi hunian yang tidak hanya terjangkau, tetapi juga memenuhi kebutuhan ruang, lokasi, dan gaya hidup.

Ini Solusi untuk MBR Gen Z yang diusulkan para praktisi dan pakar properti yang diwawancarai EDA WEB:

1. Hunian Vertikal (Apartemen Subsidi)

Gen Z cenderung tinggal di perkotaan untuk mendukung mobilitas kerja dan gaya hidup.

Apartemen subsidi di lokasi strategis, seperti dekat transportasi umum, dapat menjadi alternatif rumah tapak yang sering kali berada di pinggiran kota.

Hunian vertikal juga lebih hemat lahan, memungkinkan pengembang menawarkan harga lebih rendah.

Baca juga:

Contoh Implementasi: Program rumah susun sederhana milik (rusunami) di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, atau Bandung.

Misalnya, rusunami dengan tipe studio (20-25 meter persegi) dapat dirancang dengan tata ruang fungsional, seperti mezzanine untuk memaksimalkan ruang.

Keunggulan: Dekat dengan pusat aktivitas, mendukung gaya hidup urban, dan fasilitas bersama seperti coworking space atau gym yang sesuai dengan preferensi Gen Z.

Tantangan: Harga tanah di kota mahal, sehingga perlu memberikan insentif kepada pengembang, seperti pembebasan pajak atau subsidi lahan.

2. Desain Modular dan Fungsional

berukuran kecil (18-25 meter persegi) dapat tetap layak jika dirancang dengan konsep modular, seperti furnitur multifungsi atau ruang yang dapat diubah sesuai kebutuhan.

Ini memungkinkan Gen Z, baik lajang maupun keluarga kecil, memiliki ruang yang nyaman tanpa merasa seperti di kontrakan.

Baca juga:

Contoh Implementasi: Rumah dengan dinding geser, tempat tidur lipat, atau meja yang bisa disimpan. Inspirasi dapat diambil dari desain mikro-apartemen di Jepang atau Singapura.

Keunggulan: Efisiensi ruang, biaya perawatan rendah, dan tetap estetis sesuai selera Gen Z yang mengutamakan desain modern.

Tantangan: Biaya desain modular lebih tinggi, sehingga memerlukan kolaborasi antara pemerintah dan pengembang untuk menekan harga.

3. Kawasan Terpadu di Pinggiran Kota

Rumah tapak tetap menjadi preferensi bagi sebagian Gen Z, tetapi lokasi pinggiran kota harus didukung infrastruktur memadai, seperti akses kereta komuter, jalan tol, atau fasilitas umum (sekolah, rumah sakit, pusat perbelanjaan).

Contoh Implementasi: Pengembangan kawasan terpadu seperti di BSD City atau Sentul, tetapi dengan skala lebih kecil dan harga terjangkau.

dapat membangun Transit-Oriented Development (TOD) di sekitar stasiun KRL atau LRT.

Keunggulan: Harga lebih murah dibandingkan pusat kota, dengan potensi kenaikan nilai properti di masa depan.

Tantangan: Membutuhkan investasi besar untuk infrastruktur dan transportasi.

4. Co-Housing atau Komunitas Bersama

Gen Z dikenal kolaboratif dan menyukai komunitas. Konsep co-housing, di mana beberapa unit berbagi fasilitas seperti dapur bersama, ruang kerja, atau taman, dapat menekan biaya sambil menciptakan lingkungan sosial yang mendukung.

Contoh Implementasi: Komunitas rumah subsidi dengan fasilitas bersama, seperti di negara-negara Eropa (contoh: Baugruppen di Jerman).

Keunggulan: Mengurangi biaya perawatan individu, membangun komunitas, dan cocok untuk Gen Z yang lajang atau pasangan muda.

Tantangan: Perlu edukasi budaya, karena konsep ini belum populer di Indonesia.

Skema Pembiayaan untuk Gen Z

Dengan rata-rata pendapatan Gen Z di Indonesia di bawah Rp 5 juta per bulan, pembiayaan rumah subsidi harus dirancang agar terjangkau.

Berikut beberapa opsi pembiayaan yang realistis:

1. Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Bersubsidi

Program KPR FLPP Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dari pemerintah menawarkan bunga rendah (5 persen per tahun) dan uang muka ringan (1-5 persen).

Cicilan bulanan untuk rumah subsidi (Rp 150 juta-Rp 185 juta) berkisar Rp 800.000-Rp 1,2 juta untuk tenor 20-30 tahun.

Pemerintah dapat memperpanjang tenor hingga 35-40 tahun untuk menekan cicilan bulanan menjadi Rp 500.000-Rp 700.000, sesuai kemampuan finansial Gen Z. Selain itu, memperluas kuota FLPP untuk menjangkau lebih banyak penerima.

2. Tabungan Perumahan (Tapera)

Program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) mewajibkan pekerja menabung 3 persen dari gaji untuk dana perumahan. Dana ini dapat digunakan sebagai uang muka atau cicilan rumah subsidi.

Pemerintah dapat memberikan insentif tambahan, seperti matching fund (kontribusi pemerintah untuk setiap tabungan pekerja) atau akses prioritas ke rumah subsidi bagi peserta Tapera. Gen Z juga perlu edukasi untuk memanfaatkan program ini sejak dini.

3. Skema Rent-to-Own

Gen Z menyewa rumah subsidi dengan opsi membeli setelah beberapa tahun, di mana sebagian biaya sewa dihitung sebagai cicilan pembelian.

Skema ini cocok untuk Gen Z yang belum memiliki tabungan cukup untuk uang muka. Pemerintah atau pengembang dapat menawarkan sewa Rp 1 juta-Rp 1,5 juta/bulan, dengan 50-70 persen diakumulasikan sebagai pembayaran rumah.

Keunggulan: Mengurangi beban finansial awal, memberikan fleksibilitas bagi Gen Z yang masih membangun karier.

4. Crowdfunding Properti

Platform digital memungkinkan beberapa Gen Z patungan untuk membeli rumah, dengan kepemilikan bersama atau bagi hasil.

Startup properti dapat memfasilitasi crowdfunding untuk rumah subsidi, dengan investasi mulai Rp 1 juta per orang.

Keunggulan: Memungkinkan Gen Z dengan dana terbatas memiliki aset properti secara bertahap.

Tantangan: Perlu regulasi ketat untuk mencegah penipuan dan memastikan transparansi.

Apa langkah Pemerintah?

Wakil Ketua Umum Bidang Perumahan dan Kawasan Permukiman Dhony Rahadjoe mengatakan, Pemerintah dapat meningkatkan kuota FLPP, memberikan insentif pajak untuk pengembang yang membangun hunian vertikal atau modular, dan mempercepat pembangunan infrastruktur di kawasan pinggiran.

“Sementara pengembang bisa berinovasi dengan desain hemat biaya namun fungsional, serta berkolaborasi dengan startup teknologi untuk skema pembiayaan kreatif,” ujar Dhony.

Adapun untuk MBR Gen Z, mulai menabung sejak dini melalui Tapera atau investasi kecil, serta memanfaatkan edukasi finansial untuk merencanakan pembelian rumah.

Untuk mendapatkan informasi akurat, kredibel, dan tepercaya terkait rumah subsidi, Anda bisa mengakses kanal atau .

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita EDA WEB WhatsApp Channel : . Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber : Kompas