Saat Lagu Indonesia Raya karya WR Supratman Dilarang Belanda

  
Saat Lagu Indonesia Raya karya WR Supratman Dilarang Belanda

EDA WEB – karya Wage Rudolf Supratman telah menjadi simbol perjuangan kemerdekaan Indonesia sejak diperkenalkan pertama kali pada Kongres Pemuda II pada 28 Oktober 1928.

Dalam acara bersejarah tersebut, memainkan lagu itu hanya dengan gesekan biola, tanpa menyanyikan lirik.

Meskipun demikian, momen bergemanya nada-nada ini melengkapi jalannya kongres yang telah menyatukan para pemuda dari berbagai organisasi, seperti Jong Java dan Jong Islamieten Bond.

juga menghasilkan rumusan penting berupa Sumpah Pemuda, sebuah ikrar untuk menyatakan kesatuan tanah air, kesatuan bahasa, dan kesatuan bangsa, yaitu Indonesia.

Penyebaran Lagu Indonesia Raya

Setelah kongres, media Sin Po mempublikasikan lagu Indonesia Raya. Sin Po menerbitkan notasi dan teks lagu ini pada edisi November 1928. Selain itu, WR Supratman juga mencetak lagu tersebut melalui pamflet sendiri.

Dalam pemuatan tersebut, tercantum pula nama pengarang, penerbit, dan identitas WR Supratman. Setiap eksemplar pamflet itu dijual dengan harga dua puluh sen.

Publikasi tersebut mempercepat penyebaran lagu Indonesia Raya. Hal ini semakin memperkuat status Indonesia Raya sebagai lagu kebangsaan.

Pada saat bersamaan, lagu Indonesia Raya juga dibuat dalam bentuk piringan hitam oleh Firma Tio Tek Hong pada tahun 1929. Perusahaan itu memang telah menyatakan minatnya untuk mencetak lagu Indonesia Raya.

Melalui rekaman ini, lagu Indonesia Raya semakin mudah diakses dan diresapi oleh rakyat Indonesia. Namun, keberadaan piringan hitam ini juga menjadi perhatian serius pemerintah kolonial Belanda.

Mengapa Lagu Indonesia Raya dilarang Belanda?

Pada 1930, polisi Hindia Belanda menyita piringan hitam lagu Indonesia Raya yang belum sempat terjual.

Kekhawatiran pemerintah Hindia Belanda terhadap pengaruh lagu Indonesia Raya cukup kuat. Pasalnya, lagu tersebut secara resmi juga diakui sebagai Lagu Kebangsaan Indonesia dalam Kongres Kedua Partai Nasional Indonesia (PNI).

Irama dan liriknya yang kuat mampu membangkitkan rasa kebangsaan, serta memnatik persatuan berbagai elemen perjuangan, dan memperkokoh solidaritas nasional.

Bahkan, terdapat pula beberapa bumiputera yang jadi pegawai pemerintah kolonial, seperti guru, pejabat Pamong Praja, dan anggota KNIL, tergerak rasa nasionalismenya ketika mendengar lagu ini.

Karena dianggap membahayakan ketertiban umum dan stabilitas, pada tahun 1930, .

Larangan ini mencakup penyebaran teks, notasi, piringan hitam, hingga pelarangan untuk memperdengarkan atau menyanyikan lagu tersebut di muka umum.

Pemerintah Hindia Belanda juga memerintahkan kepada para pegawai untuk mengambil sikap netral terhadap lagu ini. Mereka juga dilarang untuk menunjukkan sikap hormat saat lagu ini diperdengarkan.

ini setidaknya membuktikan bahwa pemerintah kolonial Belanda telah mulai gerah dengan bangkitnya kesadaraan kebangsaan bumiputera.

Refrensi:

  • Bambang Sularto. 1985. Wage Rudolf Supratman. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebbudayaan.
  • Lilis Nihwan. 2018. WR Supratman: Guru Bangsa Indonesia. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita EDA WEB WhatsApp Channel : . Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber : Kompas