
EDA WEB – meletus pada 15 Mei 1817. Perang ini dilatarbelakangi oleh kembalinya bangsa Belanda ke Maluku setelah kekuasaan Inggris di pulau tersebut berakhir.
Penduduk Maluku enggan menyambut tegaknya pemerintahan kolonial Hindia Belanda. Hal ini dipicu oleh sejumlah faktor yang membuat rakyat Maluku merasa sengsara di bawah kaki Belanda.
Belanda memperketat kebijakan monopoli perdagangan. Persoalan Pelayaran Hongi dan kerja paksa dari masa VOC juga masih belum selesai. Tak lupa juga, Belanda berencana akan menghapus sekolah-sekolah desa dan memberhentikan para guru.
Kekuasaan Belanda pun kembali tegak di Maluku pada 25 Maret 1817. Masyarakat yang tidak senang dengan kedatangan Belanda bereaksi. Mereka menggalang kekuatan dan melakukan perlawanan kepada penjajah.
Jalannya perlawanan Pattimura
Tokoh utama perlawanan rakyat Maluku terhadap Belanda adalah Thomas Matulesi, yang kemudian dikenal sebagai Kapitan Pattimura. Saat itu, ia berusia 34 tahun dan pernah menjadi sersan mayor di masa pemerintahan Inggris.
Pattimura termasuk salah satu prajurit yang menentang kebijakan Belanda. Pemerintah kolonial ingin mengirim para tentara untuk berdinas ke Jawa. Pada akhirnya, hanya 33 orang tentara yang menerima kebijakan tersebut.
Kelompok yang menghindari pemindahan paksa lantas memutuskan melarikan diri ke . Sebuah pertemuan rahasia segera dilakukan di pulau tersebut pada 14 Mei 1817.
Keputusan diambil untuk mengadakan perlawanan terhadap Belanda. Pattimura menjadi pemimpin perlawanan. Selain itu, terdapat pula tokoh lain, yakni Anthonie Rhebok, Thomas Pattiwael, Lucas Latumahina, Said Perintah, Ulupaha, dan Christina Martha Tiahahu.
Pada 15 Mei 1817, menyerang dan membunuh semua orang di dalamnya, termasuk residen dan istrinya.
Pembalasan Belanda
Belanda melakukan serangan balasan pertama dengan militer berkekuatan 378 orang. Namun, usaha ini mampu ditaklukkan oleh seribu pasukan dari Ambon, Seram, dan pemburu kepala Alfa di Pulau Saparua.
Hanya ada 14 orang yang selamat dari pembinasaan ini, sedangkan 364 tentara tewas. Namun, di sisi lain, serangan pasukan Pattimura terhadap benteng Belanda, Zeelandia, di Haruku, menemui kegagalan.
Garnisun kecil di benteng Zeelandia mampu membendung serangan pasukan Pattimura. Akhirnya, situasi mulai berbalik pada bulan Agustus. Belanda berhasil merebut kembali Benteng Duurstede pada 3 Agustus 1817.
Memasuki bulan Oktober, Belanda mendapat tambahan pasukan yang dikirim dari Batavia. Pemerintah kolonial pun menyerang Saparua dengan menghujani bom dari kapal.
Pembalasan besar-besaran dari Belanda ini berujung pada penangkapan Pattimura yang bersembunyi di pedalaman Pulau Saparua. Ia ditangkap pada November 1817. Dengan demikian, perlawanan Pattimura pun berhasil dipadamkan.
Selama penahanan, Pattimura dipasung dengan besi. Belanda menghukum mati Pattimur pada 16 Desember 1817 bersama tiga pemimpin perlawanan lainnya. Eksekusi itu dilakukan di Benteng Victoria, Ambon.
Refrensi:
- Piet Hagen. 2022. Perang Melawan Penjajah: Dari Hindia Timur Sampai NKRI 1510-1975. Depok: Komunitas Bambu.
- Nesti Lauri, dkk., (2022), “Analisis Kepemimpinan Pattimura dalam Perlawanan terhadap Belanda di Maluku”, KRINOK: Jurnal Pendidikan Sejarah & Sejarah FKIP Universitas Jambi, Vol. 1(2), 107-118.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita EDA WEB WhatsApp Channel : . Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.
Sumber : Kompas