
JAKARTA, EDA WEB – Anggota Komisi III DPR RI berharap pengerahan Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk mengamankan lingkungan Tinggi (Kejati) dan Kejaksaan Negeri (Kejari) di seluruh Indonesia tidak bersifat permanen.
Pernyataan ini disampaikan Hinca menyusul terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 66 Tahun 2025 yang ditandatangani oleh Presiden Prabowo Subianto pada 21 Mei 2025.
Ia berharap, pengerahan TNI di hanya dilakukan untuk kasus tertentu.
“Jangan permanen. Kalau saya kira tidak permanen. Mudah-mudahan tidak dalam jangka yang panjang atau apalagi permanen,” kata Hinca, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (22/5/2025).
Baca juga:
Hinca juga meyakini bahwa Presiden Prabowo memiliki pertimbangan tersendiri dalam melanjutkan pengamanan Kejaksaan oleh TNI melalui penerbitan Perpres tersebut.
Ia mencontohkan, beberapa kasus di mana TNI berperan dalam membantu tugas kejaksaan, khususnya dalam mengamankan aset negara.
Salah satu contohnya adalah kasus penguasaan lahan sawit oleh DL Sitorus, seorang pengusaha asal Sumatera Utara, yang dinyatakan bersalah oleh Mahkamah Agung (MA) pada tahun 2006.
“Terakhir itu yang waktu eksekusi registernya tanah almarhum DL Sitorus yang sudah puluhan tahun enggak bisa dieksekusi, baru bisa dieksekusi dengan didampingi oleh teman-teman TNI dengan memasang plang, disita, dan seterusnya. Dilihat dari sisi itu, ya,” ucap Hinca.
Baca juga:
Lebih lanjut, Hinca berharap bahwa pertimbangan Presiden Prabowo dalam menerbitkan Perpres tersebut menjadi landasan untuk mengembalikan dinamika pengamanan di Kejaksaan ke kondisi normal, yang berarti bantuan tidak dilakukan secara permanen.
Ia menegaskan, setiap lembaga sudah memiliki kewenangannya masing-masing, dan pengamanan merupakan ranah Polri.
“Saya kira Presiden punya pertimbangan khusus. Saya berharap tidak terlalu lama, mungkin ini dalam kurun waktu tertentu atau ada tugas-tugas khusus yang memerlukan pendampingan, tapi sesudah itu saya harap kembali normal,” ujar Hinca.
Sebelumnya diberitakan, isu keterlibatan TNI di luar fungsi pertahanan kembali menjadi sorotan publik hingga dikritisi banyak pihak.
Isu ini mencuat ketika Kejaksaan Agung (Kejagung) bekerja sama resmi dengan TNI untuk mengamankan lingkungan Kejaksaan Tinggi (Kejati) dan Kejaksaan Negeri (Kejari) di seluruh Indonesia.
Adapun pengerahan ini ditandai dengan keluarnya Surat Telegram (ST) Bernomor TR/422/2025 dari Panglima TNI, yang ditindaklanjuti oleh dengan keluarga ST Berderajat Kilat dengan Nomor ST/1192/2025 yang dikeluarkan oleh Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad).
Baca juga:
Kasad memerintahkan jajarannya menyiapkan dan mengerahkan personel beserta alat kelengkapan dari Satuan Tempur dan Satuan Bantuan Tempur, sebanyak 30 personel untuk pengamanan Kajati dan 10 Personel untuk pengamanan Kajari.
Pengamat menilai bahwa kejelasan batas fungsi TNI harus terus ditegaskan agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan antara aparat militer dan sipil dalam konteks negara hukum.
Ketua Dewan Nasional Setara Institute Hendardi misalnya, menekankan bahwa hal itu bertentangan dengan konstitusi negara dan peraturan perundang-undangan di bawahnya, terutama UU Kekuasaan Kehakiman, UU Kejaksaan, UU Pertahanan Negara dan UU TNI.
“Panglima TNI dan KASAD hendaknya segera menarik dan membatalkan ST tersebut,” kata Hendardi.
Terbaru, Presiden Prabowo justru menerbitkan Pepres yang melanggengkan pengamanan itu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita EDA WEB WhatsApp Channel : . Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.
Sumber : Kompas