
JAKARTA, EDA WEB – Hakim Konstitusi meminta dan (PB IDI) untuk berpikir jernih dalam sengketa uji materi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023.
Dalam sidang uji materi yang berlangsung di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (3/6/2025), Arief meminta kedua pihak untuk tidak terjebak dalam ketegangan dan lebih mengedepankan kepentingan bangsa.
“Mohon kita berpikir secara jernih untuk kepentingan bangsa dan negara,” ujar Arief, saat sidang uji materi dengan nomor perkara 182/PUU-XXII/2024.
Arief mengungkapkan perasaannya yang “ngeri-ngeri sedap” sebagai hakim dalam gugatan tersebut.
Baca juga:
Ia menyadari bahwa keputusan MK akan berdampak langsung pada masyarakat, terutama dalam pelayanan kesehatan.
“Ngeri-ngeri sedapnya apa? Kalau kita ada kekeliruan dalam mengambil putusan, itu dampaknya sangat berat, ya, yang harus kita pertanggungjawabkan tidak hanya kepada negara dan bangsa, tapi kita pertanggungjawabkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Itu ngeri-ngeri sedapnya di situ,” imbuh dia.
Ia menekankan pentingnya menghadapi permasalahan antara IDI dan pemerintah dengan kepala dingin.
Arief berharap, organisasi profesi dan negara tidak saling mengedepankan ego, melainkan bersama-sama mencari solusi terbaik untuk permasalahan yang ada.
“Mari dalam persidangan ini tidak ada dikotomi antara organisasi profesi dan negara, tapi kita mencari jalan keluar sebaik-baiknya bagaimana penataan di bidang kesehatan, di bidang profesi kedokteran ini dengan sebaik-baiknya untuk kepentingan negara dan bangsa,” tutur dia.
Dalam perkara ini diketahui PB IDI dan 52 warga dari berbagai profesi menguji 24 pasal dalam UU Kesehatan.
Baca juga:
Pada pokoknya perkara ini juga mempersoalkan norma-norma yang berkaitan dengan pertanggungjawaban, kelembagaan, peran, dan keanggotaan konsil; peran kolegium; majelis penegakan disiplin profesi; penonaktifan Surat Tanda Registrasi (STR) untuk sementara waktu.
Begitu juga soal sanksi tenaga medis dan tenaga kesehatan; lembaga pelatihan yang terakreditasi pemerintah pusat; pengawasan terhadap penyelenggaraan kesehatan; serta penumpukan kekuasaan dan sentralisasi wewenang pada menteri kesehatan guna menyokong industri kesehatan sehingga melawan arah utama negara hukum demokratis dan demokrasi konstitusional dengan melemahkan kelembagaan konsil, kolegium, majelis disiplin profesi, serta organisasi profesi.
Para Pemohon mengatakan adanya intervensi dan kontrol langsung menteri kesehatan kepada kolegium, wewenang menteri kesehatan dalam menerima peninjauan kembali putusan majelis disiplin profesi, diambil alihnya wewenang organisasi profesi atas pengelolaan pemenuhan satuan kredit profesi (SKP) tenaga medis oleh menteri.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita EDA WEB WhatsApp Channel : . Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.
Sumber : Kompas